Halaman

ARSIP


RESENSI BUKU "FIQH ISLAM"
Karya : H. Sulaiman Rasjid





Nama: Muhammad Abdul Rojak
NIM: 1210 2010 69
KI / I B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
RASJID,Sulaiman,Haji
            Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap) / H. Sulaiman Rasjid ; Penyunting, Li Sufyana M. Bakri, Farika,--- Cet. 27.--- Bandung; Sinar Biru Algensindo, 1994.
                                                xviii, 511 hlm. ; 21 cm. Rp 25.000
                        ISBN 978-979-8482-28-1
1.Fiqh              I.Judul              II.Bakri,li Sufyana M                III.Farika
                                                                                                297.41

الفقه الاسلامى
FIQH ISLAM
(Hukum Fiqh Islam)

Oleh: H. Sulaiman Rasjid
Penyunting ulang: Drs. Li Sufyana M. Bakri, Dra. Farika
Korektor : H. Anwar Abu Bakar, L.C.
Imas Sumarni, Yeti Kusmiati
Khat Arab: Muhammad Abdul Wasi
Gambar sampul: Sinar Baru Algensindo
Setting Dan Pewajahan: Sinar Baru Algensindo Setting
Hak cipta dan Penerbitan pada Sinar baru Algensindo
Dengan akta nomor 76.tanggal 19 september 1986
Notaris Imran Ma'aruf, S.H. Bandar Lampung
Dilindungi oleh undang-undang
All rights reserved
SBA.2010.1153
Cetakan ke-43: Agustus 2009
Cetakan ke-44: Oktober 2009
Cetakan ke-45: februari 2010
Diterbitkan oleh: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Anggota IKAPI no. 025/IBA
Dicetak oleh: percetakan Sinar Baru Algensindo Offset Bandung


BIOGRAFI  PENULIS
Soelaiman kecil dilahirkan di desa Pekon Tengah Liwa Lampung Barat pada tahun 1901. Nama lengkapnya Soelaiman Rasjid bin Lasa. Setelah menyelesaikan sekolah desa di kota Agung, pendidikan agamanya ditempa oleh Buya Haji Abbas di perguruan Tuwalib Padang Panjang tahun 1917-1923. Sebalum merantau ke Johor, Malaysia tahun 1926 Soelaiman muda menjadi guru agama di kota Agung.
Tahun 1927 melanjutkan pendidikan di Kairo Mesir selama 9 tahun pada sekolah Muallim dan teruskan ke Universitas Al-Azhar Jurusan Takhassus Fiqh (Ilmu hokum) tamat tahun 1934. karena kesulitan ekonomi, sebelum menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air pada tahun 1936 beliau bekerja di madinah.
Tahun 1937 oleh pemerintah Kolonial Belanda ditunjukan menjadi Ketua Penyidik Hukum-hukum Agama di Lampung.
Tahun 1939-1942 pada Zaman pendudukan Jepang menjadi Pegawai tinggi Agama pada Kantor Syambu.
Tahun 1945 oleh Presiden RI ditugaskan sebagai Pegawai Istana. Sekembalinya dari Yogyakarta tahun 1947 beliau ditunjuk sebagai kepala Jawatan Agama RI Jakarta sampai tahun 1955.
Tahun 1955-1957 menjadi Staf Ahli pada Kementrian Agama RI dan Dosen Terbang pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta.
Tahun 1957-1961 bergabung dengan para alumnus Al-Azhar di yogyakarta dalam rangka mengubah status Perguruan Tinggi Agama Islam Menjadi Institut Agama Islam Yang kini lebih di kenal dengan nama IAIN Sunan Kalijaga.
 Tahun 1960 oleh Presiden RI beliau ditetapkan sebagai Guru Besar dalam mata kuliah Ilmu fiqh, yang selanjutnya tahun 1961-1964 ditugaskan ke IAIN Jakarta.
Tahun 1964 beliau pulang ke Lampung.
Berawal dari Dosen Tamu tahun 1964-1968 beliau ditunjuk sebagai  Pejabat Rektor IAIN Lampung.
Pada tanggal 26 Januari 1967, H. Sulaiman Rasyid meninggal dunia dalam usia 75 tahun.
Karya ilmiah almarhum berupa buku "Fiqh Islam" ini merupakan pegangan wajib pada Perguruan Menengah dan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia dan Malaysia
RESENSI BUKU FIQH ISLAM

Buku fiqh Islam yang di tulis oleh bapak H. Sulaiman Rasjid ini termasuk buku yang telah lama hadir di tengah-tengah masyarakat Islam, dan Alhamdulillah mendapat respon positif dari mereka. Kehadirannya disambut gembira oleh setiap kalangan masyarakat, mulai dari tingkat awam,pelajar, hingga cendikiawan; karena buku ini sekalipun ringkas, tetapi mengandung ajaran yang sangat mendasar dan memberi gambaran yang luas perihal Fiqhul Islami yang merupakan suatu cabang ilmu yang wajib di pelajari oleh umat Islam.
Walapun buku ini termasuk buku yang sudah berusia cukup lama, saya mengakui tidak kualitas buku ini lumayan bagus, khususnya bagi saya yang belum bisa baca kitab-kitab fiqh klasik yang tidak ada harakatnya ( Arab Gundul ) untuk membacanya yang lumayan susah, sebelum kekitab-kitab klasik itu saya membaca buku fiqh Islam ini, karena sebagian masih berbahasa Indonesia. Dan sekarang Alhamdulillah sebagian ilmu Fiqh saya mengetahuinya meskipun belum paham semuannya.
Fiqh Islam disajikan secara singkat namun sarat akan ajaran yang sangat mendasarn dan memberikan gambaran yang luas mengenai Fiqhul Islami. Bagi umat Islam mempelajari ilmu fiqh hukumnya fardu'ain dan fardu kifayah. Kitab ini memuat bab Ibadah, muamalah, munakahah, Faraid (Pembagian Harta Waris), Jinayat, Hudud (Hukuman), Jihad (peperangan), Udhiyah (Kurban/akikah), Aqdiyah ( Hukum-hukum Pengadilan), dan Al-Khilafah. Yang diperkuat oleh dalil-dalil al Qur an, Hadits, Ijma dan Qias.
            "Fiqh Islam" menuntun kita untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena ilmu fiqh melebihi segala ilmu, sebagaimana Rasulullah Saw. Bersabda, "Barang siapa dikehendaki suatu kebaikan oleh Allah SWT., Maka ia diberi pemahaman dalam masalah agama (ahli fiqh). Semua amalan ibadah dari mulai Thaharah sampai yang lainnya kalau kita tidak mengetahui ilmunya, maka semua itu akan sia-sia. Supaya amalan ibadah kita diterima oleh Allah Swt maka kita harus mengetahui semua ilmunya, khususnya ilmu Fiqh ini.
            Dalam buku Fiqh Islam ini kelebihan dan kekurangnya pasti setiap orang beda pendapat dan punya pendapatnya masing-masing. Tapi yang saya rasakan kelebihan buku ini  dengan buku-buku yang lainya yaitu dari segi bahasanya yang mudah untuk di pahami,dan dari setiap materi atau pembahasan suka di perkuat dengan dalil-dalilnya yang kuat, meskipun tidak semua dalil-dalinya tidak dituliskan di dalam buku ini. Kekurangan yang saya rasakan juga dalam setiap membaca buku ini yaitu tidak adanya pendapat dari Imam yang empat itu, seperti kalau menurut Imam Syafi'I ini tapi kalau menurut Imam-imam yang lainya gimana. Tapi kita jangan melihat kekurangannya, mungkin karena adanya kekurangan supaya kita lebih giat lagi untuk mencari sumber dari buku-buku yang lainya. Agar mempunyai  pengatahuan yang  lebih banyak lagi tidak hanya mendapat ilmu dari buku ini saja, terus ketika ada masalah tentang  fiqh kita tidak hanya mengambil sumbernya itu dari buku ini saja tetapi di perkuat dengan buku yang lainnya. Demekianlah resensi yang dapat saya sampaikan, mudah-mudah yang membaca resensi  dan buku Fiqh Islam yang di karang oleh pak H. Sulaiman Rasjid ini, mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan diberkahi Allah Swt. Amiin Yaa Rabbal'aalamiin.
           
                         
MAKALAH
PENDEKATAN TEOLOGIS NORMATIF DALAM          STUDI ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah metodologi studi Islam
Dosen : Pepen Supendi S.Pd.I











Disusun Oleh :
Muhammad Abdul Rojak          (1210 2010 69)
N. Teni Niswah T                     (1210 2010 75)
Nining Uspuriyah                       (1210 2010 76)
                                                                                                                                        
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010
A.     PENDAHULUAN
Islam adalah syariat Tuhan yang diberikan kepada umat manusia di muka bumi, agar mereka beribadah dan menanamkan keyakinan kepada Tuhan. Hanya bisa di lakukan bagaimana mempelajari Islam secara cepat dan tepat. Islam sebagai sumber ajaran, karena Islam sebagai pemahaman dan pengalaman. Dalam melakukan studi terhadap Islam diperlukan metodologi yang tepat agar mengenai dihasilkan suatu kesimpulan Islam. Selain itu,dalam memahami masalah-masalah agama diperlukan pendekatan Imani.Pendekatan bertujuan untuk meneliti dan mengkaji masalah-masalah yang spesifik dari berbagai masalah keagamaan, dan juga memililki metode penelitian yang khas dan disesuaikan dengan masalah yang ditelitinya. Karena islam memiliki sumber ajaran yang lengkap, yakni al Quran dan al Hadits.
Dalam wacana studi agama kontemporer, fenomena keberagaman manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak hanya lagi dapat dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativisme ajaran wahyu, meskipun fenomena ini sampai kapan pun adalah ciri khas daripada agama-agama yang ada, tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut yang terkait erat dengan historisitas pemahaman dan interprestasi orang-perorang atau kelompok-perkelompok terhadap norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan praktek-praktek ajaran agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Timbulnya sikap keberagaman yang demikian juga bisa dilacak penyebabnya dari cara umat tersebut keliru dalam memahami Islam. Islam yang muatan ajarannya banyak berkaitan dengan masalah-masalah sosial sebagaimana tersebut belum dapat diangkat ke permukaan disebabkan metode dan pendekatan yang kurang komprehensip. Dari segi alat yang digunakan untuk memahami Islam, misalnya kita melihat cara yang bermacam-macam antara satu dan yang lainnya tidak saling berjumpa. Mukti Ali misalnya mengatakan, jika kita mempelajari cara orang mendekati dan memahami Islam maka tampak 3 cara yang jelas. Tiga pendekatan adalah naqli (tradisional), pendekatan secara aqli (rasional), dan pendekatan kasyf (mistis). Dalam memahami agama seharusnya ketiga pendekatan tersebut digunakan secara serempak bukan terpisah-pisah. Selian itu juga masih banyak cara-cara memahami agama yaitu dengan pendekatan teologi normatif, apologetik, sosiologis, antropologis, filosofis dan sebagainya .



B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendekatan
Terdapat beberapa istilah yang mempunyai arti hampir sama dan menunjukan tujuan yang sama dengan pendekatan, yakni theoretical framework, conceptual frame-work, approach, perspective, point of view dan paradigm. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalisti, atau penelitian filosofis.
Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teologi dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.
Selain itu juga, Pengertian pendekatan memiliki dua orientasi, pertama,dan masih terbagi dua, berarti “dipandang” atau “dihampiri dengan”, dan “cara menghampiri”, atau “memandang fenomena ( budaya dan sosial). Kalau “dipandang dengan” pendekatan menjadi “ perspektif” atau “sudut pandang”. Kedua, pendekatan berarti “disiplin Ilmu”. Dengan demikian, ketika disebut studi Islam dengan pendekatan sosiologis, berarti mengkaji Islam dengan menggunakan disiplin ilmu sosial ( sosiologi). Konsekuensinya, pendekatan disini menggunakan teori atau teori-teori dari disiplin ilmu yang dijadikan sebagai pendekatan. Dengan menggunakan sosiologi tersebut berarti fenomena studi Islam didekati dengan teori-teori sosiologi (Hadidjah, 2008:51).
Berbagai pendekatan yang digunakan dalam memahami Islam meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan pendekatan filosofis.


2. Pentingnya Pendekatan (Approach) dalam Memahami Agama
            Seiring dengan perkembangan zaman yang selalu berubah dan disertai dengan munculnya berbagai persoalan yang baru dalam kahidupan manusia, maka menjadi sebuah keniscayaan untuk memahami agama sesuai dengan zamanya. Oleh karena itu, berbagai pendekatan dalam memahami agama yang bersumber dari al Qur’an dan al Hadits memiliki peran yang sangat strategis. Dengan demikian, pemahaman umat Islam dan pemerhati agama akan semakin komprehensif dan akan bersikap sangat toleran dengan perbedaan pemahaman.
            Saat ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat Islam. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang keshalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
            Pada akhir ini studi agama telah mengalami perkembangan cukup pesat, seiring  dengan semakin beragamnya objek kajian dan metode kajiannya. Sebagai objek kajian, agama Islam dapat diposisikan sebagai doktrin, realitas sosial atau fakta sosial. Kajian yang memposisikan agama doktrin menggunakan pendekatan teologis normative, sedangkan kajian yang memposisikan agama sebagai realitas sosial lebih tepat menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, sejarah, hermeneutika dan lain-lain.
3. Pendekatan Teologi Normatif  dalam Memahami Agama
Menurut M. Amin Abdullah teologi pasti mengacu kepada agama tertentu. Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era komtemporer ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mislanis, dan tradisionalis. Salah satu ciri teologi masa kini adalah sifat kritisnya. Sikap kritis ini ditujukan pertama-tama pada agamanya sendiri (agama sebagai institusi sosial dan kemudian juga kepada situasi yang dihadapinya). Penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam teologi merupakan fenomena baru dalam teologi.

Pendekatan teologis normatif semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat ini.Diperlukan pendekatan lain, seperti pendekatan historis, sosiologis, antropologis, filosofis, dan sebagainya.Kemudian muncul terobosan baru untuk melihat pemikiran teologi masa kritis yang termanifestasikan dalam budaya tertentu secara lebih objektif lewat pengamatan empiris faktual.Menurut Ira M. Lapindus istilah teologi masa kritis yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya.
Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir, sesat, dan murtad. Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
Pendekatan teologis dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog yang saling menyalahkan dan mengkafirkan,yang ada pada akhirnya terjadi pembagian-pembagian umat, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial.Melalui pendekatan teologis ini agama dapat menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.
Uraian di atas, bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologis, keagamaan seseorang akan mudah cair da tidak jelas identitas dan pelembagaannya. Proses pelembagaan perilaku keagamaan melalui mazhab-mazhab. Sebagaimana halnya, yang terdapat dalam teologi jelas diperlukan. Antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut pesan dasar agama. Tetapi, ketika tradisi agama secara sosiologis mengalami reifikasi atau pengentalan, maka spirit agama yang paling “hanif” lalu terkubur oleh symbol-simbol yang diciptakan dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini sangat mungkin orang lalu tergelincir menganut dan menyakini agama yang mereka buat sendiri, bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak menyadari.

Sikap eksklusifisme teologis dalam memandang perbedaan pluralitas agama sebagaimana tersebut  diatas tidak saja merugikan bagi agama lain, tetapi juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih kaya dengan nuansa. Kita tidak bida mengingkari adanya kemungkinan bahwa dalam perkembangannya sebuah agama mengalami deviasi atau penyimpangan dalam hal doktrin dan praktiknya. Tetapi arogansi teologis yang memandang agama lain sebagai sesat sehingga harus dilakukan pertobatan da jika tidak berani pasti masuk neraka, merupakan sikap-sikap yang jangan-jangan malah menjauhkan dari substansi sikap kaagamaan yang serba kasih dan santun dalam mengajak kepada jalan kebenaran. Arogansi teologis ini terjadi tidak saja dihadap para pemeluk agama lain tetapi juga terjadi secara internal dalam komunitas seagama. Baik dalam yahudi, Kristen maupun Islam, sejarah membuktikan kepada kita bagaimana kerasnya yang terjadi antara satu aliran teologi dengan  aliran lain. Bentrokan  semacam ini menjadi semakin seru ketika ternyata yang muncul dan yang mengendalikan isu secara kuat adalah kepentingan politiknya. Tidak jelas mana yang benar, apakah berawal dari politik kemudian timbul perpecahan yang kemudian perpecahan tersebut memperoleh pembenaran teologis dan normative, yakni ajaran yang diyakini paling benar. Atau sebaliknya, berawal dari pemahaman teologi kemudian masuklah unsur-unsur politis di dalamnya.
Pendekatan teologis juga erat kaitannya dengan ajaran pokok dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penularan pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada keraguan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil prima dengan seperangkat ciri yang khas.
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Pendekatan teologis tersebut menunjukkan adanya kekurangan yang antara lain bersifat ekslusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain. Sedangkan kelebihannya melalui pendekatan teologis normatif ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat dari suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak bersikap ideal.Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur.Untuk bidang sosial agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan,kebersamaan,tolong-menolong,tenggang rasa,persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya.Demikian juga untuk bidang kesehatan,lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.
Pendekatan Teologis Normatif oleh Charles J. Adams diklasifikasi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pendekatan Missionaris Tradisional
Pada abad 19, terjadi gerakan isiomnaris besar-besaran yang dilakukan oleh gereja-gereja, aliran, dan sekte dalam Kristen. Gerakan ini menyertai dan sejalan dengan pertumbuhan kehidupan politik, ekonomi, dan militer di Eropa yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di Asia dan Afrika. Sebagai konsekuensi logis dari gerakan itu, banyak misionaris dari kalangan Kristen yang pergi ke Asia dan Afrika mengikuti kolonial (penjajah) untuk merubah suatu komunitas masyarakat agar masuk agama Kristen serta meyakinkan masyarakat akan pentingnya peradaban Barat.
Untuk mewujudkan tujuannya tersebut, para missionaris berusaha dengan sungguh untuk membangun dan menciptakan pola hubungan yang erat dan cair dengan masyarakat setempat. Begitu juga dengan penjajah, mereka harus mempelajari bahasa daerah setempat dan bahkan tidak jarang mereka terlibat dalam aktivitas kegiatan masyarakat yang bersifat kultural. Dengan demikian, eksistensi dua kelompok itu, missionaris tradisional dan penjajah (yang sama-sama beragama Kristen) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan keilmuan Islam.
Dalam konteks itu karena adanya relasi yang kuat antara Islam dan missionaris Kristen, maka Charles J. Adams berpendapat bahwa studi Islam di Barat dapat dilakukan dengan memanfaatkan missionaris tradisional itu sebagai alat pendekatan yang efektif. Dan inilah yang kemudian disebut dengan pendekatan missionaris tradisional (traditional missionaries approach) dalam studi islam.             `
2. Pendekatan Apologetik
Di antara ciri utama pemikiran Muslim pada abad kedua puluh satu adalah “keasyikannya” (preoccupation) dengan pendekatan apologetik dalam studi agama. Dorongan untuk menggunakan pendekatan apologetik dalam khazanah pemikiran keislaman semakin kuat. Di sebagian wilayah dunia Islam, seperti di India, cukup sulit ditemukan penulis yang tidak menggunakan pendekatan apologetik. Perkembangan pendekatan apologetik ini dapat dimaknai sebagai respon mentalitas umat Islam terhadap kondisi umat Islam secara umum ketika dihadapkan pada kenyataan modernitas. Selain itu, apologetik ini muncul didasari oleh kesadaran seorang yang ingin keluar dari kebobrokan internal dalam komunitasnya dan dari jerat penjajahan peradaban Barat.
Menurut Charles J. Adams, pendekatan apologetik memberikan kontribusi yang positif dan cukup berarti terhadap generasi Islam dalam banyak hal. Sumbangsih yang terpenting adalah menjadikan generasi Islam kembali percaya diri dengan identitas keislamannya dan bangga terhadap warisan klasik. Dalam konteks pendekatan studi Islam, pendekatan apologetik mencoba menghadirkan Islam dalam bentuk yang baik. Sayangnya, pendekatan ini terkadang jatuh dalam kesalahan yang meniadakan unsur ilmu pengetahuan sama sekali.
Secara teoritis, pendekatan apologetik dapat dimaknai dalam tiga hal. Pertama, metode yang berusaha mempertahankan dan membenarkan kedudukan doktrinal melawan para pengecamnya. Kedua, dalam teologi, usaha membenarkan secara rasional asal muasal ilahi dari iman. Ketiga, apologetik dapat diartikan sebagai salah satu cabang teologi yang mempertahankan dan membenarkan dogma dengan argumen yang masuk akal. Ada yang mengatakan bahwa apologetika mempunyai kekurangan internal. Karena, di satu pihak, apologetik menekankan rasio, sementara di pihak lain, menyatakan dogma-dogma agama yang pokok dan tidak dapat ditangkap oleh rasio. Dengan kata lain, apologetik, rasional dalam bentuk, tetapi irasional dalam isi.

3. Pendekatan Irenic
Yang ketiga ini ada semacam usaha untuk membuat jembatan antara cara pandang para orientalis terdahulu yang penuh dengan motivasi negatif dan para pengikut Islam yang merasa hasil kajian para orientalis tersebut banyak mengandung penyimpangan.
Sejak Perang Dunia II, gerakan yang berakar dari lingkungan kegamaan dan universitas tumbuh di Barat. Gerakan itu bertujuan untuk memberikan apresiasi yang baik terhadap keberagamaan Islam dan membantu mengembangkan sikap apresiatif itu. Langkah ini dilakukan untuk menghilangkan prasangka, perlawanan, dan hinaan yang dilakukan oleh barat, khususnya Kristen Barat, terhadap Islam. Oleh karena itu, langkah praktis yang dilakukan adalah membangun dialog antara umat Islam dengan kaum Kristen untuk membangun jembatan penghubung yang saling menguntungkan antara tradisi kegamaan dan bangsa.
Salah satu bentuk dari usaha untuk harmonisasi itu adalah melalui pendekatan irenic. Usaha ini pernah dilakukan oleh uskup Kenneth Gragg, seorang yang mumpuni dalam kajian Arab dan teologi. Melalui beberapa seri tulisannya yang cukup elegan dan dengan gaya bahsa yang puitis, ia telah cukup berhasil menunjukkan kepada Barat secara umum dan kaum Kristen secara khusus tentang adanya keindahan dan nilai religius yang menjiwai tradisi Islam. Karenanya, menjadi tugas bagi kaum Kristen untuk bersikap terbuka terhadap kenyataan ini.
Tokoh lain yang telah mengembangkan pendekatan ini adalah W.C. Smith yang mensosialisasikan konsep ini melalui buku dan tulisan-tulisannya yang lain. Smith sangat concern pada persoalan diversitas (perbedaan) agama. Menurutnya, perbedaan agama (religious diversity) merupakan karakter dari ras/bangsa manusia secara umum, sedang eksklusifitas agama (religous exclusiviness) merupakan karakter dari sebagian kecil dari umat manusia.
Berkenaan dengan realitas perbedaan agama, Smith membuat tiga model pertanyaan, yaitu: pertama, pertanyaan ilmiah (scientific question) untuk menanyakan apa bentuk perbedaan, mengapa, dan bagaimana perbedaan itu dapat terjadi. Kedua, pertanyaan teologis (theological question) untuk mengetahui bagaimana seseorang dapat memahami normativitas agama dan ketiga, pertanyaan moral (moral question) yang mengetahui sikap seseorang terhadap perbedaan kepercayaan.

C.     PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan antara lain  sebagai berikut :
a.       Pendekatan merupakan paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang digunakan dalam memahami agama.
b.      Pentingnya pendekatan dalam memahami agama adalah agar orang mendapatkan pemahaman atas agama sesuai zamannya, memiliki sikap toleran dalam hidup beragama dan tidak mempunyai rasa yang paling benar atau punya rasa fanatik terhadap agamanya.
c.       Pendekatan teologi semata-mata, tidak dapat memecahkan masalah,karena bersikap tertutup tidak ada dialog, saling menyalahkan, dan saling mengkafirkan, sehingga diperlukan pendekatan lain, seperti pendekatan historis, sosiologis, antropologis, filosofis dan sebagainya.
d.      Pendekatan teologis normative dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar.

2.   Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga sedikit uraian kami ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penulis sangat menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan yang konstruktif dan sistematis dari pembaca yang budiman, guna melahirkan sebuah perbaikan dalam penyusulan makalah selanjutnya yang lebih baik





D. DAFTAR PUSTAKA

Supiana dan Pepen Supendi, Metodologi Studi Islam,Bandung: Cet.1. 2010.
Abdullah, Taufik dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990, Cet. 2.

Abdullah, Yatmin, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006, Cet. 1.

http://cfis.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=32&Itemid=87 diakses tanggal
25 Oktober 2010

Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998, Cet. 2
                              
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. 5.

Umam Kh, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktis, Jakarta: Grafindo Persada, 2006.


Bb.22
Menurut Muhammad Yamin,dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila memiliki dua macam arti :
Panca artinya lima
"syiila"vokal" i pendek artinya "batu sendi","alas",atau "dasar"
"syiila "vokal" i" panjang artinya "peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh.
ajaran Pancasyiila menurut Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) atau five moral principles, yang harus ditaati dan dilaksankan oleh para penganut biasa atau awam. Pancasyiila yang berisi lima larangan atau pantangan itu menurut isi lengkapnya sbb :
1. dilarang membunuh
2. dilarang mencuri
3. dilarang berzina
4. dilarang berdusta
5. dilarang minum-minuman keras.
Istilah Pancasila sudah dikenalsejak jaman Majapahit dalam buku Negarakertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Prapanca yang diartikan lima perintah kesusilaan (Pancasilakrama) yang berisi lima larangan sebagai berikut tidak boleh:
1. Melakukan kekerasan
2. Mencuri
3. Berjiwa dengki
4. Berbohong
5. Mabuk akibat minuman keras

Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar keseluruh Indonesia maka sisi-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih juga dikenal di dalam masyarakat Jawa, yang disebut dengan "lima larangan" atau "lima pantangan" moralitas yaitu :
1. Mateni artinya membunuh
2. Maling artinya mencuri
3. Madon artinya berzina
4. Mabok artinya minuman keras
5. Main artinya berjudi
Semua huruf diberi awalan M atau dalam bahasa Jawa disebu Ma oleh karena itu lima prinsip Ma lima atau M5 yaitu lima larangan (Ismaun,1981:79)

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA
istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan,konsep,pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu.
Kata idea berasal dari bahasa Yunani eidos yang artinya bentuk, kata idein yang artinya melihat.Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
PENGERTIAN PANCASILA
secara historis perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Rajiman Widyodiningrat, mengajukan suatu maslah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut.Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Proses perumusan Pancasila adalah sebagai berikut :
A. Mr.Muhammad Yamin
Pada tanggal 29 Mei 1945 tersebut BPUPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada kesempatan in Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan yang pertama untuk mengemukakan pemikirannya tentang dasar negara di hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut merumuskan sebagai berikut
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Peri Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliu merumuskan rancangan UUD RI. sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

B.Rumusan Soepomo
Pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mendapat kesempatan mengemukakan pokok-pokok pikiran seperti berikut:
1. Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan Negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter atau integralistik. Maksudnya Negara Indonesia merdeka tidak akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, akan tetapi yang mengatasi segala golongan, baik golongan besar maupun golongan kecil.
2. Setiap warganegara dianjurkan takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan. Dalam Negara nasional yang bersatu urusan agama akan diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan.
3. Mengenai kerakyatan beliau mengusulkan agar dalam pemerintahan Negara Indonesia harus dibentuk sistim Badan Permusyawaratan. Oleh karena itu kepada Negara harus berhubungan erat dengan Badan Permusyawaratan agar mengetahui dan merasakan keadilan dan cita-cita rakyat.
4. Dalam lapangan ekonomi, Prof. Soepomo mengusulkan agar sistim perekonomian Negara nasional yang bersatu itu diatur berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini merupakan sifat dari masyarakat timur, termasuk masyarakat Indonesia.
5. Mengenai hubungan antar bangsa mengusulkan supaya Negara Indonesia bersifat Negara Asia Timur Raya yang merupakan anggota dari pada kekeluargaan Asia Timur Raya.
Apabila kita analisis pokok-pokok pikiran Dr. Soepomo di atas, maka dapat kita peroleh adanya lima hal untuk dasar Negara Indonesia merdeka. Meskipun tidak dituliskan secara terperinci. Prof. Dr. Soepomo menyarankan Negara Indonesia memilih teori Negara Integralistik yang dinilai lebih sesuai dengan semangat kekeluargaan. Kelima pokok pikiran tersebut sebagai berikut:
1. Paham Negara Persatuan
2. Warga Negara hendaknya tunduk kepada Tuhan supaya ingat kepada Tuhan
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Ekonomi Negara bersifat Kekeluargaan
5. Hubungan antar bangsa bersifat Asia Timur Raya
Jika kita analisis perbandingan dengan rumusan Pancasila yang sekarang (Pembukaan UUD 1945), pokok-pokok pikiran Soepomo itu termasuk dalam rumusan Pancasila. Pokok pikiran pertama termasuk sila ketiga. Pokok pikiran kedua termasuk sila pertama. Pokok pikiran ketiga termasuk sila keempat. Pokok pikiran keempat termasuk sila kelima dan pokok pikiran kelima masuk dalam sila kedua. Hal penting yang disampaikan oleh Soepomo dan diterima adalah paham Negara integralistik-nya.

C. Ir. Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut Soekarno mengucapkan pidatonya dihadapan sidang Badan Penyelidik. Dalam pidato tersebut diajukan oleh Soekarno secara lisan usulan lima asas sebagai dasar negara indonesia yang akan dibentuknya, yang rumusannya sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan
Beliu mengusulkan rumusan dasar tersebut mengajukan nama Pancasila sebagai dasar negara, istilah tersebut atas saran seorang ahli bahasa.Usul mengenai nama Pancasila bagi dasar negara Republik Indonesia secara bulat disepakati diterima sidng BPUPKI dan ditetapkan bahwa tanggal 1 Juni pada saat ini disebut hari lahirnya Pancasila.

D. PIAGAM JAKARTA
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional Dokuritzu Zyunbi Tioosakay
Membahas mengenai dasar negara yang telah dikemukakan dalam sidang badan penyelidik yang dikenal dengan panitia sembilan berhasil menyusun sebuah naskah piagam yang dikenal dengan “Piagam Jakarta” yang didalamnya memuat Pancasila yang rumusannya sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

E. LAHIRNYA PEMERINTAH INDONESIA
Kemerdekan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 disaksikan juga oleh PPKI tim perumus yang terdiri dari 9 orang antara lain :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Mohammad Hatta
3. Mrs.A.A. Maramis
4. Abikusno Tjokrosujoso
5. Abdulkhar Muzakir
6. Haji Agus Salim
7. Mr.Ahmad Subardjo
8. K.H.A. Wahid Hasyim
9. Mr.Mohammad Yamin.
Keesokan harinya tangal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya dan menetapkan :
1. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs.Mohammad Hatta sebagai wakil Presiden Republik Indonesia.
4. Pekerjaan Presiden sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 mengandung isi dasar negara Indonesia yaitu PANCASILA
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


PANCASILA DAN KESATUAN BANGSA

Meskipun agak terlambat, saya tetap harus menulis tentang Pancasila dalam kaitannya dengan Hari Peringatan Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2010. Tulisan ini merupakan bagian dari keinginan saya sebagai warga negara Indonesia yang berkeinginan untuk tetap menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sudah banyak alasan mengapa Pancasila harus dipertahankan di era apapun dari perubahan social di dunia. Juga sudah banyak tulisan yang mengupas tentang Hari Kesaktian Pancasila. Namun demikian, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, maka menjadikan Pancasila sebagai dasar negara tentu tidak boleh hanya sebagai wacana saja, akan tetapi juga sebagai praksis di dalam tindakan dan perilaku kita.
Jika kita lakukan flash back terhadap kesejarahan Pancasila sebagai Dasar Negara, maka ketetapan itu tidak hanya sebagai kesepakatan yuridis akan tetapi juga historis dan bahkan sosiologis. Secara yuridis sudah terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945, di mana memang disebutkan bahwa Pancasila adalah dasar negara. Sehingga ketika ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara, maka hakikatnya hal tersebut adalah keinginan untuk mengganti seluruh bangunan kenegaraan Indonesia.
Secara yuridis kedudukan Pancasila sangat kuat, misalnya di tengah euphoria reformasi, maka MPR sebagai representasi seluruh rakyat Indonesia juga tetap menjadikan Pancasila sebagai landasan ideal bernegara bangsa dan juga UUD 1945 sebagai landasan yuridis bernegara bangsa. Bahkan ketika Tap No. II/MPR/1978 tentang P-4 dihapuskan, maka tetap dinyatakan bahwa Pancasila dan UUD 1945 tetap harus dilaksanakan secara konsisten. Demikian pula pada Tap MPR lain, maka Pancasila tetap dijadikan sebagai dasar negara, misalnya Tap MPR No II/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan serta Tap MPR No IV/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
Sedangkan secara historis tentu memiliki kekuatan yang sangat kuat. Fakta historis tersebut harus menjadi dasar untuk tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara. Para founding fathers negeri ini telah menyadari bahwa kebinekaan masyarakat Indonesia tentu harus diwadahi oleh suatu wadah yang bisa diterima semuanya. Kita tentu harus ingat bagaimana ketika akan menetapkan dasar negara dalam Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Andaikan waktu itu para wakil orang Islam di PPKI ngotot untuk mempertahankan Jakarta Charter sebagai kesepakatan nasional, maka tentu akan terjadi voting dan bisa kalah atau menang. Akan tetapi justru mereka bermusyawarah mufakat bahwa sebagai konsekuensi keberagaman bangsa Indonesia itu, maka mereka bersepakat membuang tujuh kata sakral dalam Piagam Jakarta itu demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Memang pernah terjadi suasana di mana pelaksanaan Pancasila tidak konsisten, seperti ketika Pancasila ditafsirkan dengan cara-cara yang salah, misalnya memeras Pancasila dengan Trisila dan bahkan Ekasila di era Orde Lama. Misalnya juga di dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949 yang liberal dan federal. Kemudian juga ketika terjadi UUDS tanggal 17 Agustus 1950 melalui demokrasi parlementer/liberal. Namun demikian semenjak pemerintahan Presiden Soeharto hingga sekarang, maka pelaksanaan Pancasila di dalam sistem kenegaraan kita tidaklah berubah.
Meskipun terdapat berbagai amandemen terhadap isi UUD 1945, akan tetapi inti penetapan Pancasila sebagai dasar negara sama sekali tidak berubah. Hal ini tentu saja dapat dikaitkan dengan upaya pemerintah untuk tetap menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini tentu tidak lepas dari realitas sosial adanya keinginan untuk tetap menjadikan Pancasila sebagai pilar kebangsaan. Di dalam hal ini, sebagai contoh, maka NU sebagai organisasi sosial keagamaan sudah menetapkan ada empat pilar kebangsaan yang harus tetap dijaga, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan keberagaman.
Sebagai bangsa yang sangat plural dan multikultural, memang harus memiliki common platform yang dapat menjadi pemersatu bangsa. Harus ada ikatan yang menjadi pemersatu seluruh keberagaman masyarakat. Kesepakatan tersebut tidak bercorak eksklusif yang berbasis pada satu pandangan atau isme. Misalnya komunisme, agamaisme, dan bahkan kapitalisme atau lainnya. Negara berdasar agama juga akan menjadi kendala bagi yang lain untuk berekspresi, meskipun agama itu sendiri mengajarkan hidup berdampingan dan saling menhormati. Tetap ada perasaan tidak memiliki bagi yang lain.
Oleh karena itulah, maka menjadikan Pancasila sebagai dasar negara menurut saya adalah sesuatu yang sangat tepat. Bukan hanya dari segi sejarah –seperti kesaktian Pancasila—atau dari segi yuridis yang merupakan kesepakatan seluruh elemen bangsa, akan tetapi juga dari sisi sosiologis dan politis. Makanya, menjadikan Pancasila sebagai dasar negara bagi masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural kiranya merupakan pilihan yang cocok dan sangat cerdas bagi bangsa Indonesia.
Hakikat memperingati Hari Kesaktian Pancasila adalah menilai ulang, apakah kita sudah mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bernegara bangsa. Saya selalu terkesan dengan ungkapan Kyai Muchid Muzadi, di mana beliau menyatakan: “menjadi NU menjadi Indonesia”. Dengan kata lain, menjadi apapun, seperti menjadi Muhammadiyah, menjadi Hindu, menjadi Protestan, menjadi Katolik, menjadi Kong Hu Cu dan sebagainya hakikatnya adalah menjadi Indonesia.
Dengan demikian, sudah sepantasnya jika kita sebagai warga negara Indonesia lalu menjunjung tinggi pilar kebangsaan, yang salah satunya adalah menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.
Wallahu a’lam bi al shawab.


Pandangan Umum
Makalah ini merupakan satu pembahasan atas makalah Prof Suhartono yang berjudul Hubungan SipilMiliter : Tinjauan Historiografis 1945 – 1998, Pola , Arah dan Perspektif yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional tentang Mencari Format Baru Hubungan Sipil-Militer di Indonesia yang diselenggarakan oleh Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Hubungan Sipil-Militer adalah satu perkara yang amat penting bagi satu bangsa karena berpengaruh besar kepada ketahanan nasionalnya. Hal itu juga berlaku bagi bangsa Indonesia. Pengeritian Hubungan Sipil-Militer semula tidak dikenal di Indonesia dan baru dipergunakan setelah pengaruh dunia Barat, khususnya yang berpandangan liberal, makin kuat. Mula-mula itupun terbatas pada kalangan terpelajar yang banyak berhubungan dengan ilmu sosial yang berasal dari dunia barat. Akan tetapi lambat laun pengertian itu menyebar di semua kalangan dan sekarang sudah menjadi pengertian yang diakui dan dipergunakan secara umum di Indonesia. Namun ada satu perbedaan yang menonjol dalam penggunaan pengertian itu antara mereka yang hidup dalam alam sosial barat dengan bangsa Indonesia yang menerima dan menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Di dunia Barat yang berpaham liberal Hubungan Sipil-Militer senantiasa berarti supremasi Sipil atas Militer, sedangkan di Republik Indonesia yang berhaluan Pancasila tidak dengan sendirinya Hubungan Sipil-Militer berarti supremasi sipil atas militer. Bahkan dengan memperhatikan bahwa Panca Sila menekankan faktor kekeluargaan dan kerukunan justru tidak ada supremasi satu golongan masyarakat atas yang lain, melainkan dalam kebersamaan memperjuangkan dan mengusahakan hal yang terbaik bagi bangsa, negara dan masyarakat.
Perlu kita tetapkan lebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan Sipil dan Militer dalam pengertian Hubungan Sipil-Militer. Perkataan Sipil merupakan satu pengertian yang menyangkut kewarganegaraan (Webste’s Ninth New Collegiate Dictionnary : Civil : relating to citizens). Atau dapat dikatakan bahwa Sipil adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan masyarakat, atau warga negara pada umumnya. Sedangkan perkataan Militer merupakan pengertian yang bersangkutan dengan kekuatan bersenjata. Secara kongkrit perkataan Sipil di Indonesia adalah seluruh masyarakat, sedangkan perkataan Militer berarti Tentara Nasional Indonesia, yaitu organisasi yang merupakan kekuatan bersenjata dan yang harus menjaga kedaulatan negara Republik Indonesia. Karena Sipil berarti masyarakat, maka sebenarnya Militer pun bagian dari masyarakat. Oleh sebab itu di Indonesia sebelum terpengaruh oleh pandangan Barat dipahami bahwa TNI adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Bahkan yang menjadi TNI adalah seluruh Rakyat yang sedang bertugas sebagai kekuatan bersenjata untuk membela Negara.
Dalam hubungan itu sukar diterima pandangan Prof. Suhartono yang mengatakan Kelompok politik yang dipresentasikan dalam partai politik adalah manifestasi masyarakat sipil (halaman 4, alinea 2). Kalau hanya partai politik yang dianggap manifestasi masyarakat sipil maka amat terbatas masyarakat sipil di Indonesia. Sebab mayoritas warga negara Indonesia hingga kini bukan anggota partai politik, apalagi dalam masa permulaan kemerdekaan yang ditinjau dalam makalah Suhartono. Karena pandangan yang sempit itu, maka Prof Suhartono tiba pada kesimpulan bahwa selama tiga bulan pertama setelah proklamasi hubungan mereka ekual dan harmonis tetapi setelah itu terjadi kompetisi. Kalau sipil hanya diartikan partai politik, pandangan demikian mungkin ada benarnya. Akan tetapi itupun tidak terlalu benar karena dalam kenyataan hubungan yang kurang harmonis hanya terjadi antara TNI dengan beberapa partai politik saja, khususnya Partai Komunis Indonesia. Sedangkan dengan partai politik pada umumnya hubungan TNI cukup harmonis dan dekat. Kalau dikatakan bahwa hubungan TNI dengan Masyarakat kurang harmonis, bagaimana Sdr. Suhartono hendak menjelaskan keberhasilan TNI melakukan perang gerilya melawan Belanda yang berakhir dengan keharusan Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia. Apakah dikira TNI dapat berperang gerilya secara efektif tanpa ada hubungan yang baik dengan rakyat ? Demikian pula seterusnya TNI bersama rakyat berhasil mengatasi berbagai masalah keamanan dalam negeri, mulai dari pemberontakan PKI Madiun, ke pemberontakan DI/TII yang amat cakap menjalankan gerilya di jawa Barat dan Sulawesi, ke APRA, pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi meliputi daerah yang luas dan akhirnya pemberontakan G30S/PKI. Tidak mungkin TNI yang amat terbatas jumlah peralatan, persenjataan dan personilnya melaksanakan itu semua tanpa ada hubungan yang erat dengan rakyat. Sebagaimana tidak mungkin melakukan perang gerilya tanpa ada hubungan erat dengan rakyat, demikian pula tidak mungkin melakukan anti-gerilya yang efektif tanpa dukunganrakyat sepenuhnya. Dan rakyat hanya mau mendukung kalau ia merasakan dan menyadari bahwa ada manfaat baginya. Tak mungkin rakyat dipaksa dengan senjata untuk berjuang bersama TNI. Kesalahan tu telah diperbuat tentara kolonial Belanda ketika menghadapi gerilya TNI bersama Rakyat. Sebaliknya hanya dengan partisipasi rakyat Jawa Barat TNI berhasil melaksanakan anti-gerilya dan menyelesaikan pemberontakan DI/TII yang amat berat.
Untuk memperoleh hubungan yang harmonis itu tidak mungkin ada supremasi satu pihak terhadap pihak lainnya, melainkan terwujud karena sikap kebersamaan. Masing-masing menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan dalam keterikatan yang saling mendukung dan menunjang.
Ketika kemudian, yaitu khususnya setelah tahun 1970-an, TNI ikut-ikutan mengambil sikap yang mengutamakan kekuasaan dan rakyat makin lama makin merasa bahwa TNI menunjukkan supremasi, maka itulah yang menjadi kemunduran dan bahkan kegagalan TNI untuk menjalankan tugasnya dengan semestinya.
Prof. Suhartono mengatakan bahwa historiografi yang dihasilkan para pakar akan cenderung pada obyektifitas. Akan tetapi apakah obyektif kalau ia menulis bahwa ada rekrutmen BKR (halaman 3 bawah). Kalau kita mengatakan bahwa ada recrutmen, maka itu berarti ada usaha Pemerintah untuk menarik orang masuk BKR. Padahal bukan begitu jalannya sejarah, oleh karena mula-mula Pemerintah RI tidak antusias membentuk satu kekuatan bersenjata resmi karena tidak mau mengambil resiko dianggap pihak sekutu sebagai satu pemerintahan bikinan Jepang. Akan tetapi karena rakyat merasakan bahaya ketika pasukan NICA datang bersama pasukan Inggris, maka rakyat bangkit untuk membentuk barisan keamanan. Sebagian membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), sebagian lain membentuk laskar. Yang membentuk BKR umumnya adalah bekas Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang telah dibubarkan Jepang setelah ia menyerah kepada Sekutu. Juga banyak pemuda pelajar dan mahasiswa bergabung dengan BKR. Sama sekali tidak ada kegiatan atau usaha rekrutmen, karena semua bergabung secara sukarela. Karena faktor sukarela itu ada pula bekas PETA yang tidak masuk BKR atau laskar. Baru pada 5 Oktober 1945 Pemerintah menetapkan BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat yang merupakan tentara resmi. Cara menjadinya TNI itulah yang mempengaruhi sikap dan jiwa TNI. Ia merasakan dirinya tidak hanya sebagai tentara yang bergulat dengan fisik dan senjata semata-mata, melainkan ia melihat dirinya lebih-lebih sebagai pihak yang turut bertanggungjawab atas kelangsungan hidup Republik Indonesia yang merdeka serta pencapaian segala tuuannya. Itu sebabnya TNI selalu mempunyai pendiriannya atas perkembangan negara dan bangsa. Dan ia tidak ragu-ragu untuk menyampaikan pendirian itu kepada pemerintah, juga kalau pendirian itu berbeda dari pendirian Pemerintah. Dengan menyampaikan pendiriannya itu TNI hendak mengingatkan Pemerintah bahwa ada jalan yang lebih baik dalam mencapai tujuan. Akan tetapi kalau Pemerintah memutuskan bahwa yang dipakai adalah pendirian pemerintah, maka TNI patuh dan taat kepada keputusan itu dan siap untuk melaksanakan dengan tulus dan sebaik mungkin. Sebab kalau TNI tidak sanggup menjalankan disiplin, maka ia tidak berhak dinamakan Tentara dan tidak lain hanya merupakan gerombolan bersenjata belaka. Sikap demikian berkali-kali ditunjukkan oleh Panglima Besar Sudirman ketika memimpin TNI, demikian pula oleh jendral A.H Nasution dan Achmad Yani. Selama TNI menunjukkan sikap demikian, maka ia mendapat kepercayaan rakyat banyak. Sebab umumnya pendirian TNI itu juga mewakili aspirasi rakyat banyak. Akan tetapi ketika TNI setelah tahun 1980-an tidak lagi sanggup bersikap demikian, yaitu tidak sanggup mengembangkan pendirian yang juga mewakili aspirasi rakyat banyak, maka di situlah TNI yang waktu itu dinamakan ABRI telah kehilangan jati dirinya. Dan sejak itulah ABRI dijauhi rakyat banyak. Sekarang dengan mengambil kembali nama TNI semoga langkah demi langkah jati diri itu dapat tumbuh kembali. Melihat hal ini adalah amat penting untuk mengetahui dan memahami cara berdirinya TNI pada tahun 1945. Tanpa pemahaman itu tidak akan memahami jati diri atau sikap serta perjuangan TNI. Dan karena itu juga akan sukar membentuk Hubungan Sipil-Militer yang kokoh kuat demi ketahanan negara dan bangsa.
Keberhasilan dan kegagalan
Aneh sekali bahwa Prof.Suhartono menulis dalam Periode Aksi , 1945-1949, bahwa Hubungan Sipil-Militer makin renggang sebab militer menuju jati dirinya sendiri dan sipil mulai diitnggalkan dan bahkan tidak dipercaya(halaman 7 alinea 1). Padahal justru dalam periode 1945-1949 hubungan TNI dan masyarakat paling baik. Tanpa hubungan baik itu tidak mungkin ada perang gerilya melawan Belanda yang memaksa Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia dan tidak mungkin ada penyelesaian pemberontakan PKI Madiun begitu cepat (2 bulan). Ini sangat mungkin disebabkan oleh pandangan prof. Suhartono bahwa sipil adalah partai politik. Akan tetapi kalaupun pandangan itu yang digunakan, itupun tidak benar. Sebab TNI dalam periode itu cukup dekat dengan partai politik, kecuali dengan PKI. Contohnya adalah bahwa Panglima Besar Sudirman cukup dekat dengan para pemimpin Persatuan Perjuangan, yaitu kumpulan beberapa partai politik, termasuk Partai nasional Indonesia (PNI) yang kurang setuju dengan sikap Pemerintah yang dipimpin Sutan Syahrir dan kemudian Amir Syarifuddin karena dianggap terlalu lunak di dalam diplomasi terhadap Belanda. Dalam perang gerilya partai politik memang tidak nampak dan yang bergerak secara spontan dan antusias adalah rakyat daerah pedesaan. Dilihat secara obyektif justru periode 1945-1949 merupakan satu keberhasilan dalam Hubungan Sipil-Militer atau Hubungan TNI dan Masyarakat. Tidak benar bahwa TNI merasa memenagkan revolusi seperti yang ditulis Prof. Suhartono (halaman 7 alinea 2). Sebab yang memenangkan perjuangan dengan Belanda adalah seluruh rakyat dengan TNI di dalamnya. Akan tetapi memang TNI merasa sebagai pemegang saham revolusi bersama-sama kekuatan-kekuatan masyarakat lainnya. Ini tidak perlu menjadi benih awal saling ketidakpercayaan antara elit sipil dan militer (halaman 7). Dan memang tidak ada perasaan demikian waktu itu, kecuali elit sipil yang ada dalam lingkungan PKI.
TNI memasuki tahun 1950 atau tahun pertama setelah kedaulatan ada pada bangsa Indonesia dengan mencapai satu keberhasilan yang menonjol. Itu adalah peristiwa atau proses ketika pasukan-pasukan TNI menyebar memasuki negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat di luar Jawa. Sikap dan jati diri TNI (bukan jati diri yang disimpulkan oleh Prof Suhartono dihalaman 7) memungkinkannya untuk berhubungan secara harmonis dengan rakyat di negara-negara bagian itu. TNI berhasil meyakinkan rakyat itu untuk menyatakan negara bagiannya bergabung dengan Republik Indonesia yang juga merupakan negara bagian RIS. Oleh karena kehendak rakyat itu disuarakan melalui Parlemen setiap negara bagian, maka pihak Belanda tidak dapat menolak kehendak demokratis itu. Akibatnya adalah bahwa dalam tempo sekitar 6 bulan Republik Indonesia Serikat telah tiada dan seluruh wilayah Indonesia kecuali Irian Barat menjadi wilayah Republik Indonesia. Itu semua terjadi tanpa penggunaan kekerasan dan semata-mata merupakan hasil hubungan yang baik antara TNI dengan rakyat di semua negara bagian. Menjadi pertanyaan mengapa peristiwa demikian tidak masuk penulisan seorang pakar historiografi yang obyektif. Malahan sebaliknya dikatakan bahwa hubungan sipil-militer makin renggang dan tidak stabil (halaman 8 alinea 1). Ini nampaknya karena yang dilihat hanya hubungan antara TNI dengan parpol, yaitu terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952. Akan tetapi itu hanya menyangkut beberapa anggota satu parpol (PNI) yang duduk dalam Parlemen. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan parpol lainnya atau bahkan PNI tidak secara keseluruhan menjadi jauh dari TNI. Kemudian terjadi pemberontakan Permesta yang dipelopori oleh beberapa daerah luar Jawa, khususnya Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Sulawesi Utara. Pemberontakan itu tidak lepas dari pengaruh kekuatan luar (baca Subversion as Foreign Policy, Audey and George Mc T.Kahin, New York, The New Press, 1955). Daerah tidak puas dengan pembagian keuangan dan menuduh Pusat menguras kekayaan alam Daerah untuk kepentingan Pusat sendiri. Di samping itu Daerah kena dipengaruhi pikiran bahwa Pemerintah Pusat, termasuk Presiden Sukarno, sudah dikuasai PKI. Bahkan mula-mula pemerintah AS turut menuduh bahwa TNI-AD telah dikuasai oleh PKI. Pemberontakan ini menjadi satu beban berat sekali bagi Republik Indonesia karena terancam integritasnya. Merupakan keberhasilan TNI untuk menyelesaikan pemebrontakan itu dengan relatif cepat. Itupun karena TNI berhasil meyakinkan rakyat daerah bahwa tidak benar TNI sudah dikuasai PKI. Akibatnya adalah bahwa TNI mendapat kerjasama yang baik dari rakyat daerah yang kemudian dapat mendesak para pemimpinnya yang memberontak untuk Kembali kepada Ibu Pertiwi. Tanpa hubungan baik antara TNI dengan rakyat tidak mungkin pembrontakan yang meliputi daerah begitu luas, penuh dengan potensi alam untuk kesejahteraan maupun perlawanan bersenjata, dan didukung oleh kombinasi kekuatan AS dan Inggris serta kekuatan di Asia yang berpihak sekutu Barat itu, dapat diselesaikan dalam waktu relatif singkat. Karena sikap TNI yang jelas bukan dikuasai PKI maka akhirnya juga AS-Inggris dan sekutunya di Asia sadar bahwa TNI tidak dikuasai PKI. Mereka menghentikan dukungan kepada pemberontak dan turut mendorong para pemimpin pemberontakan untuk mengakhiri perlawanannya. Satu-satunya kekuatan yang mengecam TNI adalah PKI dan kawan-kawannya. Mereka menuduh TNI telah bersekongkol dengan para pemberontak untuk menguasai Republik Indonesia.
Adalah amat dubious anggapan bahwa usul TNI kepada Presiden Sukarno untuk kembali ke UUD 45 adalah karena reposisi militer dalam menangkap masa depan (halaman 8 bawah) yang oleh Prof. Suhartono dikutip dari buku Daniel Lev. Nampaknya Prof. Suhartono lebih percaya kepada pendapat (lebih bersifat spekulasi) seorang cendikiawan asing ketimbang memperhatikan keadaan TNI dan masyarakat Indonesia waktu itu (sekitar tahun 1955-1959).
Masyarakat waktu itu sudah muak dengan sistem politik yang berlaku karena kabinet pemerintah tak pernah berdiri cukup lama untuk dapat menghasilkan sesuatu yang relatif kongkrit. Padahal pada tahun 1950 kita semua bertekad untuk melakukan pengisian kemerdekaan setelah kemerdekaan itu ditegakkan dan diakui oleh seluruh dunia. Jadi yang diharapkan mayoritas rakyat adalah terlaksananya pembangunan nasional yang membawa kemajuan dan kesejahteraan yang lebih besar.Itu tidak mungkin tercapai ketika kabinet pemerintah jatuh bangun setiap tahun, bahkan pernah hanya dalam 3 bulan. Jadi TNI menyuarakan pendapat banyak rakyat ketika mengusulkan agar kembali ke UUD 1945. Sebab diharapkan agar dengan UUD 1945 yang menggunakan sistem presidensial dapat terwujud pemerintahan yang relatif stabil. Tak ada yang menyangka, termasuk TNI, bahwa Presiden Sukarno akan menerapkan Demokrasi Terpimpin yang merupakan satu kekuasaan otoriter. TNI bahkan gusar dengan perkembangan itu ketika makin jelas bahwa pengaruh PKI yang berhasil membuat comeback pada permulan tahun 1950-an, sekalipun sudah memberontak pada tahun 1948, justru menjadi makin kuat. Sebenarnya yang merasa senang dengan sistem demokrasi liberal antara tahun 1950 hingga tahun 1959 hanya partai politik dan bukan mayoritas rakyat. Sedangkan yang senang dengan sistem Demokrasi Terpimpin adalah Bung karno, PKI dan partai-partai politik yang sudah berhasil diinfiltrasi oleh PKI.
Satu keberhasilan yang tidak boleh diabaikan adalah pengembalian Irian Jaya ke dalam wilayah republik Indonesia. Tanpa ada persatuan yang erat antara TNI dan masyarakat mustahil AS mendesak Belanda untuk menyerahkan Irian Jaya kepada Indonesia. Dengan begitu dihindarkan peperangan antara republik Indonesia dan Belanda yang dapat menimbulkan masalah berat bagi AS. Sebab TNI menggunakan banyak peralatan dan senjata yang berasal dari Uni Soviet. Itu terjadi karena AS tidak mau menjual peralatan militer dan senjata kepada Indonesia, sehingga Pemerintah RI membelinya dari Uni Soviet. Kalau sampai terjadi perang antara Indonesia dan Belanda yang merupakan sekutu AS, dan Indonesia dapat mencapai kemenangan dengan menggunakan alat dan senjata Uni Soviet, maka hal itu akan sangat merugikan AS yang sedang berkonfrontasi dengan Uni Soviet secara hebat. Dan AS melihat bahwa rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya usaha pengembalian Irian jaya kepada RI. Rakyat Indonesia menaruh kepercayaan besar kepada Tni bahwa penggunaan kekerasan terhadap Belanda yang tidak bersedia mengakhiri persoalan secara damai, tidak akan merugikan bangsa dan masyarakat Indonesia. Karena gambaran itulah AS terpaksa mendesak sekutunya, yaitu Belanda untuk mengakhiri persoalan dan menyerahkan Irian Jaya kepada Republik Indonesia.
Akan tetapi keberhasilan itu membawa konsekuensi meningkatnya pengaruh pihak komunis dan itu dimanfaatkan sepenuhnya oleh PKI untuk memperkuat posisinya. Kegiatannya menjadi semakin luas dan usahanya untuk mempengaruhi Presiden Sukarno makin kuat. Makin banyak unsur masyarakat terkena infiltrasi PKI. Sebaliknya makin kuat pula usaha PKI untuk menekan dan memojokkan TNI karena PKI sadar bahwa rintangan utama baginya adalah TNI, sebagaimana juga terjadi dalam pemberontakan Madiun 1948.
Namun demikian hubungan TNI dengan bagian masyarakat yang tidak berpihak kepada PKI, termasuk partai politik, tetap baik dan bahkan makin dekat. PKI dan kawan-kawannya makin main terror yang meluas dari bidang politik ke ekonomi dan budaya, antara lain yang dilakukan LEKRA. Masyarakat yang menjadi sasaran PKI dan kawan-kawanya mencari perlindungan kepada TNI. Kemudian TNI bersama seluruh masyarakat yang setia kepada Pancasila dan tidak menghendaki PKI berkuasa, berusaha agar dapat menyelamatkan bangsa. Hal itu tidak mudah oleh karena Presiden Sukarno menuduh TNI bersikap komunisto- fobi. Jenderal A.Yani sebagai panglima TNI AD berusaha meyakinkan Bung Karno bahwa TNI tetap setia kepada beliau dan sama sekali tidak ada macam-macam usaha melawan beliau. Akan tetapi Bung karno lebih suka mendengarkan bisikan PKI dan Badan Pusat Intelijen (BPI) yang dipimpin Subandrio dari pada kepada Jendral Yani. Hal ini amat mempersulit posisi TNI AD , ditambah lagi adanya usaha PKI bersama kawan-kawannya untuk melakukan divide et impera terhadap kekuatan bersenjata.
Ketika kemudian terjadi kup G30S/PKI pada 30 September 1965 terbukti bahwa hubungan TNI-AD dengan masyarakat yang setia kepada Panca Sila cukup kokoh dan harmonis. Indonesia menjadi salah satu negara yang langka di dunia karena berhasil mengatasi satu pemberontakan komunis tanpa bantuan dunia barat. Sangat sedikit negara seperti itu atau mungkin malahan tidak ada, kecuali Indonesia. dan itu hanya dapat terwujud karena ada hubungan Sipil-Militer yang baik sekali, yaitu hubungan TNI-AD dengan masyarakat yang setia kepada Panca Sila. Tak mungkin itu tercapai oleh TNI-AD sendiri. PKI telah berhasil menginfiltrasi banyak sekali lembaga masyarakat, termasuk Departemen Hankam dan bahkan TNI-AD sendiri terinfiltrasi. Hanya kekuatan bersama antara TNI dengan rakyat yang dapat menghalau usaha PKI yang sudah demikian maju . Kita jangan lupa bahwa PKI waktu itu adalah partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan RRC. Disamping itu PKI menerima segala macam bantuan dari blok komunis di dunia, khususnya dari Uni Soviet dan Republik rakyat Cina.
Akan tetapi disamping berbagai keberhasilan itu juga terjadi kegagalan. Yang pertama adalah Peristiwa 17 Oktober 1952. Meskipun tidak merupakan konflik antara TNI dengan masyarakat, melainkan antara pimpinan TNI-AD dengan Partai Nasional Indonesia yang duduk dalam parlemen, tetapi karena kemudian mengakibatkan perpecahan gawat dalam tubuh TNI sendiri maka Peristiwa 17 Oktober 1952 sangat mengganggu hubungan TNI dengan masyarakat. Karena terjadi perpecahan itu timbul kesangsian masyarakat terhadap maksud baik pimpinan TNI-AD.
Kemudian terjadi formalisasi jati diri TNI dalam konsep Dwi fungsi. hal ini merupakan prakarsa jendral A.H Nasution yang baru diangkat kembali sebagai pimpinan TNI-AD, meskipun sebelumnya sempat diberhentikan karena Peristiwa 17 Oktober . Melihat perkembangan masyarakat Indonesia tahun 1950-an yang amat tidak stabil akibat penggunaan sistem politik demokrasi liberal, maka Pak Nas mengajukan satu konsep yang dilandasi jati diri TNI. Seperti telah diuraikan, cara terbentuknya TNI sebagai kebangkitan rakyat (levee en masse)menimbulkan pada TNI sikap bahwa ia tidak saja merupakan kekuatan pertahanan tetapi juha mempunyai tanggungjawab untuk mewujudkan tujuan nasional bersama kekuatan bangsa lainnya. Maka seperti telah diuraikan, ini menimbulkan sikap mandiri pada TNI untuk selalu mempunyai pendiriannya sendiri tetapi di pihak lain selalu taat kepada keputusan pemerintah Republik Indonesia. Atas dasar itu Jendral Nasution mengemukakan bahwa TNI bukan seperti tentara di dunia barat yang melulu merupakan alat pemerintah, tetapi juga tidak seperti tentara di negara Amerika Latin yang cenderung menguasai pemerintahan negaranya dengan diktatur militer. TNI adalah Jalan tengah (Middle way), yaitu ia kekuatan pertahanan yang alat Pemerintah dan juga kekuatan sosial yang mempunyai pendirian seperti kekuatan sosial lainnya. Maka Pak Nas mengatakan bahwa TNI menjalan Dwi Fungsi, yaitu fungsi sebagai kekuatan pertahanan dan fungsi sebagai kekuatan sosial.
Perkembangan ini dimanfaatkan Presiden Sukarno untuk mengimbangi makin kuatnya PKI. Maka fungsi sebagai kekuatan sosial beliau ejawantahkan dengan menetapkan bahwa TNI mempunyai wakil-wakilnya di DPR dalam sistem politik beliau yang dinamakan demokrasi Terpimpin. Beliau sendiri yang mengangkat mereka dan juga pengangkatan perwira TNI sebagai mentri dalam kabinet pemerintahan, dilanjutkan dengan pengangkatan gubenur dipimpinan Provinsi. bahkan pimpinan MPR(S) dijabat oleh seorang perwira TNI atas pengangkatan Presiden Sukarno. Ketika Pemerintah RI mengambil alih perusahaan Belanda dalam rangka perjuangan Irian Barat, maka Bung karno menghendaki agar yang memimpin perusahaan-perusahaan itu perwira-perwira TNI. Maka fungsi sebagai kekuatan sosial diejawantahkan dalam bentuk pengkaryaan TNI , yaitu penugasan anggota TNI dalam organisasi non-militer.
Pengkaryaan TNI yang dimulai pemerintahan Presiden Sukarno menjadi sangat luas setelah berakhirnya pemberontakan G30S/PKI. Untuk mencegah terjadi vakum kepemimpinan ketika banyak orang dicopot sebagai pimpinan aneka ragam lembaga karena dituduh sebagai infiltran PKI, maka diangkat perwira TNI sebagai penggantinya. Mula-mula tindakan demikian mendapat dukungan masyarakat yang khawatir terhadap kelanjutan pengaruh PKI. Akan tetapi ketika masyarakat Indonesia menjadi normal kembali, maka timbul rasa tidak enak pada masyarakat bahwa posisi ABRI (perubahan sebutan TNI karena juga meliputi POLRI) dalam masyarakat menjadi terlalu dominan. dan posisi dominan itu membawa perubahan dalam hubungan TNI dengan masyarakat. Oleh sebab itu saya berpendapat bahwa formalisasi jati diri TNI dengan sebutan Dwi fungsi telah mengakibatkan satu kelemahan dan kerawanan. Sedangkan pengejawantahan fungsi sosial dalam bentuk pengkaryaan adalah sumber kegagalan besar dalam hubungan TNI-Masyarakat. Juga perubahan dari pengertian fungsi sosial menjadi fungsi sosial politik merupakan kerawanan yang berat. itu kemudian berakibat luas sekali sehingga pada tahun 1998 mengakibatkan runtuhnya citra dan kewibawaan TNI dalam masyarakat.
Di Indonesia tidak perlu dibicarakan adanya civilian supremacy yang dianut dunia Barat, karena adanya supremasi satu golongan terhadap golongan lain tidak sesuai dengan pandangan Panca Sila dan dapat menjadi benih konflik. Namun secara organisatoris dengan sendirinya setiap unsur negara harus menjalankan keputusan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI. Maka tanpa ada ketentuan supremasi sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah, siapapun yang duduk dalam pemerintah itu. Sebaliknya, sesuai dengan jati dirinya TNI wajib dan berhak menyampaikan pendiriannya kepada Pemerintah sekalipun mungkin pendirian itu berbeda dari pandangan Pemerintah Dalam mengembangkan pendirian itu TNI harus selalu berpedoman pada Panca Sila dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus selalu memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
Pendidikan Nasional harus memungkinkan terwujudnya pikiran dan perasaan atau sikap mental warga negara yang menghasilkan pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam panca Sila, yaitu ber-Tuhan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang Adil dan beradab, ber-Persatuan Nasional, berkerakyatan atau demokratis dan ber-keadilan sosial. Dengan begitu baik warga negara yang menjadi TNI, anggota sukarela maupun wajib, atau yang ada dalam masyarakat mempunyai landasan acuan yang sama. Dalam pendidikan yang dilakukan di dalam TNI perlu diperkuat lagi pendidikan kewarganegaraan ini untuk mencegah masih terwujudnya a militaristic mind. TNI harus merupakan organisasi militer yang harus cakap mengelola penggunaan kekerasan, tetapi selalu berjiwa sipil dan masyarakat yang berarti beradab. Dengan begitu TNI turut menjadi Pengawal Panca Sila, termasuk pengawal demokrasi di Indonesia.
Yang sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus menerus. Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan merupakan faktor positif dalam perwujudan Ketahanan nasional Indonesia, termasuk pembinaan daya saing nasional bangsa kita.
Source : http://www.detik.com/berita/199905/sayidiman.html


PENDAHULUAN.
Hubungan Sipil-Militer akhir-akhir ini menjadi obyek perbincangan masyarakat Indonesia di saat menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, apalagi dalam pencalonan tersebut muncul tokoh-tokoh mantan TNI sebagai kandidat Presiden pada bulan Juli 2004. Terkuaknya perbincangan tersebut diilhami oleh terlalu lamanya militer terlibat dalam kancah perpolitikan di Indonesia dan tuntutan penghapusan Dwi Fungsi ABRI serta adanya ungkapan lain agar militer kembali ke barak. Dalam arti lain timbulnya semangat mendepolitasi militer agar militer lebih profesional di bidangnya, di sisi lain adanya pemahaman yang berbeda terhadap arti hubungan sipil-militer itu sendiri.
Berhembusnya gelombang reformasi juga turut berpartisipasi dalam membuka ruang yang lebih besar bagi pembahasan tentang wacana hubungan sipil-militer yang dikaitkan dengan proses demokrasi. Selama ini hubungan sipil-militer bukan saja dibangun di atas doktrin militer, dimana doktrin tersebut kurang populer di kalangan masyarakat utamanya masyarakat sipil serta doktrin tersebut tidak pernah menjadi wacana perbincangan di kalangan publik.
Pemahaman yang jelas dan benar tentang hubungan sipil-militer harus dapat didefinisikan/dirumuskan dengan jelas dan benar serta dapat diimplementasikan di Indonesia dengan meletakkan dan memperhatikan kepentingan nasional. Hal tersebut untuk menepis kepentingan individu maupun kelompok sehingga tidak terjerumus kepada terjadinya konflik di antara sesama bangsa, di sisi lain ada pandangan yang menyatakan bahwa bukankah masyarakat Indonesia atau yang disebut warga masyarakat, terdiri dari masyarakat sipil dan masyarakat militer sehingga terlalu berlebihan bagi kita untuk mempersoalkan hal tersebut? Namun fakta sejarah bangsa Indonesia menyatakan lain terhadap dampak kegiatan militer, sehingga dikotomi sipil-militer menjadi kental dan perlu adanya suatu “interaksi” yang harmonis sehingga diperoleh suatu masyarakat Indonesia yang utuh dengan visi dan misi yang sama dalam membangun Indonesia di masa depan.

APA YANG DIKEHENDAKI DARI HUBUNGAN SIPIL-MILITER ?
Pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka akibat bergulirnya reformasi hubungan sipil-militer, yang tidak hanya berhembus di Indonesia namun secara global dibicarakan oleh pakar-pakar politik dan militer yang hanya mengaitkannya dengan proses demokratisasi dan dampak yang diakibatkan oleh proses tersebut. Huntington dalam tulisannya juga mengupas tentang supremasi sipil (civilian supremacy) atau kontrol sipil yang obyektif (objective civilian control), yang menyatakan bahwa supremasi sipil artinya meminimalkan intervensi militer dalam kegiatan politik, atau dengan kata lain mengakui otoritas sipil dalam merumuskan dan mengawasi implementasi kebijakan di bidang pertahanan. Mengurangi intervensi militer dalam politik dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengembalikan militer ke barak yang dalam arti luas kembali dan menuju ke profesionalisme militer.
Di negara-negara yang demokrasinya telah terkonsolidasi dengan kuat, militer sepenuhnya berada di bawah sipil. Pandangan ini bertolak dari pemahaman, bahwa dominasi militer atas sipil dalam politik, kontradiktif dengan alam demokrasi. Pengalaman di Indonesia memperlihatkan bahwa hubungan sipil-militer ditandai dengan dominasi militer selama Orde Baru terbukti menjadi penghambat utama bagi demokrasi. Penolakan militer terhadap pandangan ini, bukan hanya akan mengganggu hubungan sipil-militer, tetapi akan memunculkan persepsi di kalangan sipil bahwa militer merupakan salah satu bagian dari ancaman bagi pemerintahan yang demokratis.
Militer sebagai bagian dari masyarakat Indonesia atau bagian warga negara merupakan alat negara oleh karenanya posisi militer harus dependent (tergantung) pada keputusan pemimpin politik. Sebagai cermin dari kedaulatan rakyat otonomisasi militer dari sipil akan memberikan peluang untuk tidak bertanggung jawab apalagi harus tunduk pada kepemimpinan sipil sementara, pihak militer beralasan, kalau militer harus tunduk pada pemimpin sipil, maka yang terjadi adalah politisasi militer (kontra subyektif) yang akan mengganggu statusnya sebagai the guardian of the state. Oleh karenanya militer lebih menghendaki hubungan yang bersifat equal relationship (hubungan setara), tidak ada yang menguasai dan dikuasai, tidak ada ordinat dan subordinat. Ketidaktegasan dan belum adanya kata sepakat antara pihak sipil-militer dalam menafsirkan konsep hubungan sipil-militer, jelas akan berimplikasi pada model hubungan sipil-militer yang selanjutnya akan terjadi konflik kepentingan di antara sipil dan militer. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari hubungan sipil-militer umumnya terletak dari model dan uraian dari model-model tersebut dimana dibutuhkan harmonisasi dalam kesetaraan “proporsional” yang disepakati melalui otoritas sipil, dimana militer harus profesional di bidangnya dan partisipasi sipil turut serta dalam mengelola pertahanan serta bersama-sama membangun model hubungan sipil-militer yang harmonis di Indonesia guna kepentingan Indonesia di masa depan dan membangun Indonesia Baru dengan format demokrasi serta adanya pengakuan dan diakui oleh masyarakat internasional.

PROFESIONALISME MILITER
Mengutip pendapat Huntington yang menjelaskan bahwa profesional militer dapat terwujud apabila mereka tidak melakukan campur tangan di bidang politik. Huntington juga melihat ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam militer yang profesional :
1. Keahlian. Dalam kamus, ahli (expertise) adalah apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan di bidang tertentu (pengetahuan diperoleh dari lembaga pendidikan dan ketrampilan diperoleh dari lembaga profesi) dengan kata lain profesional diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
2. Tanggung Jawab Sosial (Social responsibility). Tanggung jawab sosial seorang profesional dalam arti luas bahwa profesional militer adalah tanggung jawabnya perlindungan terhadap masyarakat dan negara. Client dari para profesional adalah masyarakat, untuk militer tanggung jawabnya adalah melindungi masyarakat.
3. Kelompok / Lembaga (Corporateness). Kesadaran dan loyalitas anggota militer bahwa mereka adalah anggota dari suatu kelompok/lembaga. Kunci dari profesi militer adalah kontrol dan ketrampilan. Secara organisatoris kontrol terhadap profesionalisme militer yang dilakukan dalam dua tingkatan. Pertama, para kolega mengamati (mengawasi) kerekatan (kohesi) di antara para perwira sebagai profesional dan anggota suatu kelompok sosial. Kelompok ini akan selalu mengamati apakah perilaku anggota militer, baik prilaku pribadi maupun sebagai profesional, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kedua, kontrol eksternal adalah hirarki komando. Perilaku dan kecakapan profesional dinilai dari ketaatannya terhadap perintah atasan. Dengan demikian jelas bahwa semakin tinggi tingkat keahlian, seorang militer semakin tinggi tingkat profesionalismenya dalam arti lain menurut Huntington, semakin tinggi tingkat profesionalisme militer harus semakin jauh dari politik. Militer yang profesional harus selalu siap sedia melaksanakan putusan politik yang dilakukan oleh politisi sipil dan yang mempunyai legitimasi politik.
Dalam alam Indonesia apakah pendapat Huntington terhadap profesionalisme Militer juga berlaku ? Pertanyaan tersebut perlu penelaahan lebih luas mengingat sejarah politik dan militer di Indonesia. Kedua faktor tersebut sangat kental mewarnai profesionalisme militer di Indonesia, kemauan politik (political will) dan dinamika internal TNI telah mendorong proses menuju profesionalisme. Namun kendala yang dihadapi untuk mewujudkan TNI yang profesional masih cukup banyak antara lain :
• Kebijakan dan Strategi Pertahanan yang kurang jelas. Pemahaman mengenai keamanan nasional yang ditafsirkan berbeda oleh para pelaku di lapangan bahkan sering berdampak kepada potensi konflik sesama pelaksana/aparat keamanan di lapangan. Di sisi lain fakta sejarah yang memberikan peran militer dalam perang kemerdekaan dan perang antara daerah dan pusat mengakibatkan pemahaman mengenai keamanan nasional sangat dipengaruhi oleh doktrin militer, persepsi militer sebagai penyelamat bangsa dan negara mendominasi interpretasi dan konsep keamanan negara.
• Budaya Militeristik dalam Masyarakat. Hegemoni budaya militer di masyarakat dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari, meskipun hujatan yang ditujukan kepada TNI, tetapi perilaku sementara kalangan anggota masyarakat maupun perilaku organisasi masih banyak yang berwajah militeristik, sebagai contoh dapat kita lihat dari perilaku sebagian partai politik yang lebih mengutamakan pembentukan satuan tugas (SATGAS) partai yang militeristik dari pada membentuk kader partai yang mempunyai keterampilan dan kemampuan politik.
• Terbatasnya Anggaran Sektor Pertahanan. Terbatasnya anggaran sektor pertahanan juga berpengaruh terhadap profesionalisme militer, hal tersebut dapat dilihat dari alat peralatan TNI yang dimiliki saat ini merupakan peralatan yang diproduksi tahun 1960-an – 1980-an. Bagaimana dapat mewujudkan militer yang profesional dengan peralatan seadanya dan program latihan yang minim karena dana yang minim, dalam pihak otoritas sipil menghendaki agar militer menjadi profesional ? yang tinggal, hanya pertanyaan-pertanyaan dan pertanyaan serta jawabannya dapat dilihat di atas kertas dan di benak para pengamat yang senada dengan pemikiran untuk meningkatkan profesionalisme militer.

PARTISIPASI SIPIL MENGELOLA PERTAHANAN.
Seperti dijelaskan di atas dalam mewujudkan profesionalisme militer, harus meninggalkan panggung politik dan meningkatkan profesionalismenya. Reformasi internal TNI harus diakui telah merubah paradigma TNI dengan dikembalikannya fungsi militer ke bidang pertahanan karena militer sebagai alat negara yang menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintahan di bidang pertahanan sedangkan kebijakan itu dibuat oleh pihak lain seperti pemerintahan dan lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk secara demokratis.
Dalam rangka partisipasi sipil dalam mengelola pertahanan guna menata hubungan sipil militer yang harmonis dan demokratis harus mempunyai program atau agenda yang disusun sesuai permasalahan yang ada, sehingga partisipasi tersebut dapat dibangun dengan meningkatkan expertise, keterlibatan dan peran aktif sipil dalam wacana dan perumusan kebijakan pertahanan dan keamanan. Agenda yang mendesak dan perlu segara dijadikan dalam wacana publik yakni : masalah kebijakan pertahanan, sistem pertahanan dan keamanan negara, doktrin pertahanan, rumusan ancaman, postur pertahanan dan anggaran pertahanan. Sipil dalam hal ini adalah otoritas sipil seperti pemerintah, lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk secara demokratis dan lembaga seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pemerintahan reformasi telah menghasilkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan yakni UU nomor 3 tahun 2003 tentang pertahanan negara dan UU nomor 2 tahun 2003 tentang POLRI, perumusan kedua kebijakan di bidang pertahanan dan keamanan tersebut dilakukan oleh civilian anthority, dimana Presiden dan Menteri Pertahanan sebagai otoritas sipil yang dibentuk secara demokratis ( Kedua jabatan tersebut dijabat oleh sipil ), yang kemudian dirumuskannya buku putih pertahanan tahun 2003 dengan judul “Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21” dan melibatkan komponen bangsa termasuk LSM dan pakar politik dan militer dari institusi lain, pemerintah maupun LSM hal tersebut mencerminkan keterlibatan langsung otoritas sipil dalam mengelola pertahanan. Aspek lain dari partisipasi sipil terhadap aspek pertahanan adalah meliputi koordinasi dan harmonisasi kebutuhan-kebutuhan pertahanan dengan prioritas nasional lainnya. Ini menuntut usaha guna mewujudkan keseimbangan antara kontrol sipil, efesiensi manajerial dan keamanan. Agar kontrol sipil efektif, tuntutan agar mekanisme birokrasi menerapkan keputusan dari atas menyiapkan pekerjaan dalam koordinasi dengan menteri-menteri lainnya, mengaitkan tanggung jawab Menteri Pertahanan dengan Komando Militer, dan menyampaikan kebutuhan-kebutuhan militer pada menteri, menjadi sangat penting untuk diwujudkan guna membangun hubungan sipil-militer yang harmonis di masa mendatang.

MEMBANGUN HUBUNGAN SIPIL-MILITER YANG HARMONIS.
Upaya untuk membangun format baru hubungan sipil-militer dalam masyarakat demokratis memerlukan landasan yang lebih fundamental, pra syarat yang penting adalah terbentuknya pemerintahan demokratis yang mencakup rule of law, akuntabilitas publik dalam kaitan delicate balance tentang otonomi militer dalam kebijakan personel, penentuan tingkat kekuatan, masalah pendidikan dan doktrin militer. Dalam rangka mencari dan merumuskan hubungan baru Sipil-Militer yang harmonis harus ada kemauan dari semua komponen bangsa (sipil-militer) yang berlandaskan kepada nilai moral dan sikap mental yang saling menghormati dan menghargai (mutual respect) dan saling bekerja sama untuk mewujudkan Indonesia Baru berdasarkan prinsip yang ditetapkan sesuai otoritas pengambilan keputusan.

PENUTUP.
1. Penataan hubungan sipil-militer yang demokratis, harus melibatkan sipil dalam memikirkan dan merumuskan serta menentukan kebijakan di bidang pertahanan.
2. Hubungan sipil-militer yang harmonis harus dibangun dalam kerangka demokrasi dan adanya saling percaya dan saling bekerja sama guna membangun Indonesia Baru.
3. Seluruh komponen bangsa baik sipil maupun militer harus saling berdampingan dan saling menghormati dalam profesi masing-masing serta wadah demokrasi.
4. Perbedaan sipil –militer akan tidak relevan lagi dibicarakan oleh kedua belah pihak, apabila mereka masih saling curiga satu sama lain dan diharapkan pula pada masa yang akan datang tidak ada yang merasa lebih atau suprior dalam pengabdian terhadap nusa dan bangsa.


MAKALAH
ALAM SEMESTA DAN TATA SURYA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah ilmu alamiah dasar  




 
























Disusun Oleh :
Muhammad Arijal                     (1210 2010 64)
Mr Bahari                                 (1210 2010 65)
Muhammad Ihsan Nurdin          (1210 2010 68)
Muhammad Abdul Rojak          (1210 2010 69)
Nining Uspuriyah                      (1210 2010 76)
Nurhalimah                               (1210 2010 78)
Onah Saonah                            (1210 2010 82)
                                                                                                                                        
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010

PENDAHULUAN

Sejak awal zaman prasejarah diketahui bahwa manusia telah menyelidiki dan merenungkan bentangan langit kelam bertaburan benda-benda yang tampak seperti tidak teratur. Benda-benda langit tersebut tampak jelasgemerlpan pada malam hari. Dari waktu kewaktu, sejalan dengan perkembangan akal pikiran manusia yang diikuti oleh kemajuan teknologi, pandangan terhadap alam semesta semakin luas. Perubahan dari pandangan antroposentris beturut-turut sampai pada pandangan asentris memerlukan banyak pengorbanan, baik waktu, tenaga, jiwa, maupun materi, namun hasilnya luar biasa. Mulai saat belum mengenal huruf sampai berkembangnya astronomi, manusia berusaha mengenal alam semesta dengan baik. Usaha – usaha manusia tersebut yaitu memberi nama benda-benda angkasa, contoh dewa matahari (Surya, jawa) yang member cahaya dan tenaga, Dewi Venus sebagai dewi kecantikan. Manusia membaca gerak-gerik langit kemudian menentukan lamanya hari, bulan, dan tahun.
Ditunjang dengan majunya alat teknologi, manusia dapat mngetahui alam semesta dengan rinci, dari mulai tata surya, bagian-bagian tata surya, benda-benda lain dalam tata surya, asal usul tata surya, kejadian-kejadian yang ada di bumi ini dan yang lainya.

PEMBAHASAN

A.     ALAM SEMESTA
Bila kita berada di suatu tempat yang tinggi di luar kota, jauh dari sinar gemerlapan kota dan pada saat itu tidak ada bulan dan langit bebas dari awan, maka akan tampak bintang-bintang. Bila kita menggunakan teropong binokular atau teleskop jumlah bintang yang kita lihat makin banyak. Pengamatan lebih lanjut yang dilakukan oleh para ahli astronomi dengan menggunakan alat-alat atau instrumen mutakhir menunjukkan bahwa di alam semesta itu terdapat bintang-bintang beredar mengikuti suatu pusat yang berupa suatu kabut gas pijar yang sangat dekat satu sama lain (cluster) dan juga dikelilingi oleh gumpalan-gumpalan kabut gas pijar yang lebih kecil dari pusatnya (nebula) dan tebaran ribuan bintang. Keseluruhan itu termasuk Matahari kita, yang selanjutnya disebut galaksi. Galaksi itu ternyata tidak satu tetapi beribu-ribu jumlahnya. Galaksi dimana bumi kita berinduk diberi nama Milky Way atau Bhima Sakti.
Terjadinya alam semesta (kosmos) telah dipelajari oleh manusia sejak dahulu. Pada permukaan dipelajari berdasar legenda yang berkembang dari mitos  kemudian dikembangkan oleh orang-orang Yunani Kuno. Perkembangan yang pesat dimulai abad 17 dengan diketemukan alat-alat teropong bintang dan lain-lain.
B.     SUSUNAN TATA SURYA
Matahari adalah salah satu dari 100 milyar bintang di dalam galaksi. Matahari sebagai pusat tata surya berada pada jarak 30 tahun cahaya dari pusat Bhima Shakti.
Pada zaman Yunani kuno, seorang ahli filsafat bernama Clausius Ptolomeus mengemukakan pendapatnya bahwa bumi adalah pusat dari pada alam semesta. Menurut pandangan ini, matahari, bulan dan planet-planet beredar mengelilingi bumi yang tetap diam sebagai pusatnya. Pandangan geosentris ini 14 abad lamanya dianut orang. Pada waktu itu pengamatan secara kasar orang-orang Yunani telah dapat mengenal 5 buah planet, yaitu : Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus.
Merkurius dan Venus disebut planet dalam, sedang Mars, Yupiter dan Saturnus yang berada di luar garis edar matahari disebut planet luar.
Pada abad ke 16 seorang ilmuwan Polandia yang bernama Nikolas Kopernikus berhasil mengubah pandangan salah yang telah dianut berabad-abad lamanya. Menurut Kopernikus bumi adalah planet, dan seperti halnya dengan planet yang lain, beredar mengelilingi matahari sebagai pusatnya (heliosentris). Pandangan Kopernikus ini, didasari oleh adanya hasil pengamatan yang teliti serta dengan perhitungan yang sistematis. Kesemuanya ini berkat bantuan teropong sebagai alat pengamat dan telah berkembangnya matematika dan fisika sebagai sarana penunjang pada masa itu.
Setelah adanya teropong dapat diamati planet-planet yang lebih banyak seperti Uranus, Neptunus dan Pluto. Pluto yang merupakan planet terjauh, baru ditemukan pada tahun 1930. Sampai saat ini planet yang telah diketahui ada 10 buah, termasuk bumi dan asteroida atau planetoida.
Di samping planet dan satelit, benda angkasa lain yang juga beredar mengelilingi matahari adalah komet-komet, meteor-meteor, debu dan gas antar planet. Suatu sistem dimana benda-benda langit beredar mengelilingi matahari sebagai pusat disebut sistem tata surya.
Matahari, seperti halnya bintang-bintang yang lain, dapat dilihat karena memancarkan cahaya sendiri. Planet-planet dan satelit tidak memancarkan cahaya-cahaya sendiri.
Planet-planet mengelilingi matahari melalui lintasan atau orbit yang bentuknya elips. Dimana matahari berada dalam salah satu titik fokusnya.
Peredaran planet mengelilingi matahari disebut gerak revolusi. Di samping itu planet-planet beredar mengelilingi sumbunya yang disebut rotasi.
C.     BAGIAN-BAGIAN TATA SURYA
Tata surya terdiri dari matahari sebagai pusat dan benda-benda lain seperti planet, satelit, meteor-meteor, komet-komet, debu dan gas antar planet beredar mengelilinginya. Keseluruhan sistem ini bergerak mengelilingi pusat galaksi.
1.      Matahari
Matahari merupakan anggota tata surya yang paling besar, dimana 98% massa tata surya terkumpul pada matahari. Di samping sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan pusat sumber tenaga di lingkungan tata surya. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit, masing-masing fotosfer, chromosfer, dan corona. Pada pusat matahari suhunya mencapai jutaan derajat Celcius dan tekanannya ratusan juta atmosfer. Kulit fotosfer suhunya ± 6000 0C, dan memancarkan hampir semua cahaya.
2.      Planet Merkurius
Merkurius merupakan planet terkecil dan terdekat dengan matahari. Merkurius tidak mempunyai satelit atau bulan, dan tidak mempunyai hawa. Garis tengahnya 4500 km, lebih besar daripada garis tengah bulan yang hanya 3160 km. Diperkirakan tidak ada kehidupan sama sekali di Merkurius. Merkurius mengadakan rotasi dalam waktu 58,6 hari. Ini berarti panjang siang harinya 28 hari lebih, demikian juga malam harinya. Merkurius mengelilingi matahari dalam waktu 88 hari.

3.      Planet Venus
Planet ini lebih kecil dari bumi. Venus menempati urutan kedua terdekat dengan matahari. Planet ini terkenal dengan bintang kejora yang bersinar terang pada waktu sore atau pagi hari. Rotasi Venus ± 247 hari, dan berevolusi (mengelilingi matahari) selama 225 hari, artinya 1 tahun Venus adalah 225 hari.
4.      Planet Bumi
Bumi menempati urutan ketiga terdekat dengan matahari. Ukuran besarnya hampir sama dengan Venus dan bergaris tengah 12.640 km. Jarak antara bumi dengan matahari adalah 149 juga km. Bumi mengadakan rotasi 24 jam, berarti hari bumi = 24 jam.
a.       Gerak rotasi bumi
Gerak bumi berputar pada porosnya disebut rotasi bumi. Arah rotasi bumi sama dengan arah revolusinya, yakni dari barat ke timur. Inilah sebabnya mengapa matahari terbit lebih dulu di Irian Barat dari pada di Jawa. Satu kali rotasi bumi menjalani 3600 yang ditempuh selama 24 jam.
b.      Akibat rotasi bumi
1)      Adanya gerak semu harian dari matahari
2)      Pergantian siang dan malam
3)      Penyimpangan arah angin, arus laut
4)      Penggelembungan di khatulistiwa dan pemepatan di kedua kutub bumi
5)      Timbulnya gaya sentrifugal
6)      Adanya dua kali air pasang naik dan pasang surut dalam sehari semalam
7)      Perbedaan waktu antara tempat-tempat yang berbeda derajat busurnya
c.       Gerak revolusi dari bumi
Selama mengedari matahari ternyata sumbu bumi miring dengan arah yang sama terhadap bidang ekliptika. Kemiringan sumbu bumi ini besarnya 23 ½0 terhadap bidang ekliptika tersebut. Akibat dari revolusi bumi ialah :
Akibat dari revolusi bumi adalah :
1)      Pergantian empat musim
2)      Perubahan lamanya siang dan malam
3)      Terlihatnya rasi (konstelasi) bintang yang beredar dari bulan ke bulan
Lintasan bumi dalam revolusinya terhadap matahari disebut orbit.
d.      Gaya gravitasi terrestrial dari bumi
Bumi kita ini mempunyai gaya gerak atau gaya berat. Gaya tarik bumi ini dinamakan gaya gravitasi terrestrial bumi. Benda di bumi ini memiliki bobot karena pengaruh gaya gravitasi tersebut. Gaya gravitasi terrestrial inilah yang menahan semua materi yang ada di bumi serta atmosfernya hingga tidak hilang melayang ke alam semesta.
e.       Waktu
Kita telah mengenal waktu satu hari satu malam yang lamanya 24 jam. Waktu 24 jam ini adalah sehari semalam solar (matahari) berdasarkan gerak semu matahari dalam membuat satu revolusi lengkap.
5.      Planet Mars
Planet ini berwarna kemerah-merahan yang diduga tanahnya mengandung banyak besi oksigen, hingga kalau oksigen masih ada jumlahnya sangat sedikit. Pada permukaan planet ini didapatkan warna-warna hijau, biru dan sawo matang yang selalu berubah sepanjang masa tahun. Mars mempunyai dua satelit atau bulan yaitu phobus dan daimus.
Jarak planet mars dengan matahari ialah 226,48 juga km. Garis tengahnya adalah 6272 km dan revolusinya 1,9 tahun. Rotasinya 24 jam 37 menit. Berdasarkan data yang dikirim oleh satelit Mariner IV di Mars tidak ada oksigen, hampir tidak ada air, sedangkan kutub es yang diperkirakan mengandung banyak air itu tak lebih merupakan lapisan salju yang sangat tipis.
6.      Planet Yupiter
Yupiter merupakan planet terbesar. Berdasarkan analisis spektroskopis planet ini mengandung gas metana dan amoniak banyak, serta mengandung gas hidrogen. Yupiter mempunyai kurang lebih 14 satelit atau bulan. Planet Yupiter bergaris tengah 138.560 km, rotasinya cepat yaitu 10 jam. Oleh karena gaya gravitasinya yang sangat kuat, Yupiter mempunyai 12 satelit (bulan) dan 3 darinya beredar berlawanan arah dengan 9 lainnya.
7.      Planet Saturnus
Saturnus mempunyai massa jenis yang sangat lebih kecil dari pada air yaitu 0,75 g/cm3, sehingga akan terapung di air. Ternyata planet ini berupa gas yang terdiri dari metana dan amoniak dengan suhu rata-rata 103 0C. Saturnus mempunyai 10 satelit dan diantaranya yang terbesar disebut Titan, yang lain disebut Phoebe yang bergerak berlawanan arah dengan 9 satelit lainnya.
8.      Planet Uranus
Uranus memiliki 5 satelit. Berbeda dengan planet yang lain, Uranus arah gerak rotasinya dari timur ke barat. Jarak ke matahari adalah 2860 juta km dan mengelilingi matahari dalam waktu 84 tahun. Rotasinya 10 jam 47 detik. Besar Uranus kurang dari setengah Saturnus, bergaris tengah 50.560  km. Berdasarkan pengamatan pesawat VOYAGER pada bulan Januari 1986 Uranus memiliki 14 buah satelit.
9.      Planet Neptunus
Neptunus mempunyai dua satelit, satu diantaranya disebut Triton. Satelit Triton beredar berlawanan arah dengan gerak rotasi Neptunus. Jarak ke matahari 44790 km, mengelilingi matahari dalam 165 tahun sekali seputar.
10.   Planet Pluto
Pluto merupakan planet terjauh dari matahari, planet ini baru diketahui pada tahun 1930. Pluto disebut juga sebagai Transneptunus, karena ada dugaan planet ini merupakan bagian satelit Neptunus yang terlepas.
D.    BENDA-BENDA LAIN DALAM TATA SURYA
1.      Planetoida atau Asteroida
Pada tahun 1801, Piazzi seorang astronom bangsa Itali menemukan benda langit yang berdiameter ± 900 km beredar mengelilingi matahari. Benda-benda itu mengorbit mengelilingi matahari pada jarak antara Mars dan Yupiter. Benda-benda langit itu disebut planetoida atau “bukan planet” untuk membedakan dengan planet utama yang telah disebutkan.
2.      Komet atau Bintang Berekor
Komet sebenarnya merupakan kumpulan bongkah batu yang diselubungi oleh kabut gas. Cahaya matahari yang mengenai komet sebagian dipantulkan, sedang lainnya berupa sinar ultra violet akan terjadi eksitasi pada gas yang menyelubungi komet. Akibatnya akan terjadi resonansi atau fluorescensi, dan gas yang berpendar memancarkan cahaya.
Disebabkan tekanan dari matahari, gas pendar ini akan terdorong menjauhi matahari, dan terbentuklah ekor komet.
3.      Meteor atau Bintang Jatuh
Meteor bukan tergolong bintang, karena meteor merupakan anggota tata surya. Meteor berupa batu-batu kecil yang berdiameter antara 0,2 sampai 0,5 mm dan massanya tidak lebih dari 1 gram.
Gerak meteor yang pijar ini biasanya disebut bintang jatuh. Jadi suatu meteor akan nampak jika memasuki atmosfer bumi. Dan karena suhunya yang tinggi meteor itu sendiri akan hancur sebelum sampai ke permukaan bumi.
4.      Satelit
Satelit merupakan pengiring planet. Satelit beredar mengelilingi planet, dan bersama-sama beredar mengelilingi matahari. Peredaran satelit mengelilingi planet disebut gerak revolusi satelit. Planet yang diketahui tidak mempunyai satelit adalah Merkurius, Venus dan mungkin juga Pluto.
Bulan adalah satu-satunya satelit dari planet bumi. Kala rotasi bulan adalah satu hari, sedangkan kala revolusinya satu bulan.
E.     ASAL USUL TATA SURYA
1.      Teori Tidal atau Teori Pasang Surut
James H. Jeans dan Harold Jeffreys menggambarkan bahwa setelah bintang yang mendekat matahari itu berlalu, massa matahari yang lepas membentuk benda menyerupai cerutu yang terbentang ke arah bintang. Karena bintang bergerak makin menjauh, maka massa cerutu terputus-putus dan membentuk gumpalan gas di sekitar matahari. Gumpalan-gumpalan gas kemudian membeku dan terbentuklah planet-planet. Teori itu juga menjelaskan, mengapa planet-planet di bagian tengah, seperti Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus memiliki ukuran besar, sedangkan pada bagian ujungnya seperti Merkurius dan Venus di dekat matahari dan Pluto di ujung lainnya mempunyai ukuran lebih kecil.
2.      Teori Bintang Kembar
Teori ini dikemukakan pada tahun 1930 yang pada dasarnya juga mirip dengan teori Planetesimal. Menurut teori ini, pada awalnya ada dua bintang kembar, kemudian satu bintang meledak menjadi serpihan kecil-kecil. Akibat pengaruh medan gravitasi bintang yang tidak meledak, serpihan-serpihan itu berputar mengelilinginya. Serpihan-serpihan ini kemudian dikenal sebagai planet-planet, satelit-satelit pengiring planet, dan benda-benda langit kecil lainnya, sedangkan bintang yang tetap utuh adalah matahari.
3.      Teori Nebular
Immanuel Kant (1749 – 1827), seorang ahli filsafat Jerman membuat suatu hipotesis tentang terjadinya tata surya. Dikatakannya bahwa di jagat raya terdapat gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan. Bagian tengah kabut itu lama-kelamaan berubah menjadi gumpalan gas yang kemudian menjadi matahari dan bagian kabut di sekitarnya menjadi planet-planet dan satelitnya.
Seorang ilmuwan fisika Prancis bernama Pierre Simon de Laplace mengemukakan teori yang hampir sama, pada waktu yang hampir bersamaan. Menurut Laplace, tata surya berasal dari kabut panas yang berputar sehingga membentuk gumpalan kabut, yang akhirnya bentuknya menjadi bulat seperti bola besar. Akibat putarannya itu, bentuk bola itu memepat pada kutubnya dan melebar pada bagian ekuatornya. Kemudian, sebagian massa gas pada ekuatornya menjauh dari gumpalan intinya membentuk cincin-cincin yang melingkari intinya. Dalam jangka waktu yang cukup lama cincin-cincin itu berubah menjadi gumpalan padat. Gumpalan kecil-kecil inilah yang membentuk planet-planet dengan satelitnya dan benda langit lainnya, sedangkan inti kabut itu tetap berbentuk gas pijar yang akhirnya disimpulkan sebagai matahari.
4.      Teori Big Bang
Teori ini dikembangkan oleh George Lemaitre. Menurut teori ini, pada mulanya alam semesta ini berupa sebuah “primeval atom” yang berisi semua materi dalam keadaan yang sangat padat. Suatu ketika atom ini meledak dan seluruh materinya terlempar ke ruang alam semesta.
5.      Teori Creatio Continua
Teori ini dikemukakan oleh Fred Hoyle, Bendi, dan Gold. Menurut teori creatio continua atau continuous creation, saat diciptakan alam semesta ini tidak ada. Alam semesta ini selamanya ada dan akan tetap ada, atau dengan kata lain alam semesta ini tidak pernah bermula dan tidak akan berakhir.
6.   Teori G.P. Kuiper
Pada tahun 1950 G.P. Kuiper mengajukan teori berdasarkan keadaan yang ditemui di luar tata surya dan menyuarakan penyempurnaan atas teori-teori yang pernah ada yang mengandaikan bahwa matahari serta semua planet berasal dari gas purba yang ada di ruang angkasa. Pada saat ini terdapat banyak kabut gas dan diantara kabut terlihat dalam proses melahirkan bintang.
  1. BUMI
1.   Kelahiran Bumi
Asal-usul bumi, seperti asal-usul planet lain, telah dikemukakan di bumi. Kapan bumi lahir, maka untuk menghitungnya banyak di kemukakan teori yang antara lain adalah sebagai berikut ini.
a.   Teori Sedimen
Pengukuran usia Bumi didasarkan atas perhitungan tebal lapisan sedimen yang membentuk batuan. Dengan mengetahui ketebalan lapisan sedimen rata-rata yang terbentuk setiap tahunnya dengan memperbandingkan tebal batuan sedimen yang terdapat di bumi sekarang ini, maka dapat dihitung lapisan tertua kerak Bumi. Berdasarkan perhitungan masam ini diperkirakan Bumi terbentuk 500 juta tahun yang lalu.
b.   Teori Kadar Garam
Pengukuran usia Bumi berdasarkan perhitungan kadar garam di laut. Diduga bahwa mula-mula laut itu berair tawar. Dengan adanya sirkulasi air dalam alam ini, maka air yang mengalir dari darat melalui sungai ke laut membawa garam-garam. Keadaan semacam itu berlangsung terus menerus sepanjang abad. Dengan mengetahui kenaikan kadar garam setiap tahun, yang dibandingkan dengan kadar garam pada saat ini, yaitu kurang lebih 320, maka dihasilkan perhitungan bahwa bumi telah terbentuk 1000 juta tahun yang lalu.
c.    Teori Ternal
Pengukuran usia bumi berdasarkan perhitungan suhu Bumi. Diduga bahwa Bumi mula-mula merupakan batuan yang sangat panas yang lama-kelamaan mendingin. Dengan mengetahui massa dan suhu Bumi saat ini, maka ahli fisika bangsa Inggris yang bernama Elfin memperkirakan bahwa perubahan bumi menjadi batuan yang dingin seperti saat ini dari batuan yang sangat panas pada permulaannya memerlukan waktu 20.000 juta tahun.
d.   Teori Radioaktivitas
Pengukuran usia Bumi yang di anggap paling benar berdasarkan waktupeluruhan unsure-unsur radioaktif. Waktu paroh adalah waktu yang dibutuhkan unsure radioaktif untuk luruh atau menguri sehingga massnya tinggal separoh. Misalnya, a gram U radioaktif----1/2 a gram Pb radioaktif + Pb tak radioaktif + zat lain. Reaksi itu membuthkan waktu n tahun, maka waktu paroh umur U radioaktif = n tahun.
           Dengan mengetahui perbandingan kadar unsur radioaktif  denga unsure hasil peluruhan dalam suatu batuan dapat dihitung umur batuan tersebut. Misalnya, 1 gram U238 mempunyai waktu paroh 4,5 x 109 tahun, meluruh menjadi 0,5 gram U235 + 0,0064 gram He dan 0,436 gram Pb 206, seperti contoh tersebut, maka umur batuan sama dengan paroh U238, yaitu 4500 juta tahun.
           Berdasarkan perhitungan seperti tersenut, dapat disimpulkan bahwa usia bumi berkisar 5 sampai 7 ribu juta tahun.
2.    Lapisan-lapisan Bumi
            Lapisan inti bumi disebut barisfer atau sentrosfer. Lapisan kulita bumi yang padat disebut litosfer, sedangkan lapisan iar pada permukaan bumi disebut hidrosfer. Lapisan gas yang melapisi bumi disebut atmosfer.
a.   Inti Bumi (Barisfer/Sentrosfer)
Pengetahuan manusia mengenai inti bumi atau barisfer (barys=berat,sphaira= bola, bulatan) masih sangat sedikit dan teori yang dikemukakan oleh para ahli geologi masih simpangsiur. Ada dua macam cara penyelidikan, yaitu sebagai berikut.
(1)         Penyelidikan secara langsung
Orang dapat menyelidiki bumi dengan cara mengebor atau membuat lubang dalam tanah, misalnya pada tambang-tambang dan terusan dalam tanah. Dengan cara ini manusia baru mencapai kadalaman 5 km, yaitu di California, Amerika Serikat, sedangkan jari-jari bola bumi panjangnya 6.370 km.
(2)         Penyelidikan secara tidak lansung
Berat jenis (bj) seluruh bumi rata-rata 5,5 sedangkan bj lapisan luarnya (litosfer) rata-rata 2,8. Memperhatikan kedua macam bj ini dapat ditarik kesimpulan bahwa bagian dalm bumi lebih berat daripada kulit bumi.
Diduga berisfer terdiri atas nikel dan besi dan lapisan itu disebut nife (noccoum= nikel dan ferrum = besi). Lapisan nife berjari-jari 3.470 km. Batas luarnya kurang lebih 2.900 km di bawah permukaan bumi dan mempunyai bj rata-rata 10. Di sekeliling atau diatas lapisan nife terdapat lapisan antara yang elastic. Susunan zatnya seperti batu meteorit bj rata-rata5, tebal kira-kira 1.700 km. pengaruh panas matahari hanya terasa paling dalam 20 m di bawah permukaan bumi. Setelah 20 m kebawah temperaturnya konstan tidak dipengaruhi musim dingin maupun musim panas. Akan tetapi, makin masuk kedalam bumi makin panas, umunya tiap turun 33m temperaturnya naik 1o C. Angka ini disebut jumlah gheothermis, yaitu jumlah meter yang diperlukan untuk kenaikan temperatur 1o C apabila turun vertical kedalam lapisan bumi.
         Beberapa alasan tentang padatnya barisfer adalah sebagai berikut,
-         Jika barisfer itu cair, maka tentu akan terjadi pasang surut naik dan pasang surut yang mungkin akan mengakibatkan permukaan bumi kembang kempis.
-         Getaran-getaran gempa di jepang dapat diukur di Inggris dengan alat-alat yang halus. Sifat-sifat tersebut menunjukkan bahwa inti bumi padat.
Kuhn dan Rittman  (1940) mengemukakan bahwa sesungguhnya bumi berasal dari matahari, maka inti bumi seharusnya sama seperti materi matahari, yaitu terdiri sebagian besar atas  hidrogen. Di dalam inti bumi, karena tekanan yang sangat besar, hydrogen tetap padat.
 Inti bumi (barisfer) menetukan adanya sifat kemangnetan dari bumi. Bumi ini berupa magnet raksasa dengan Kutub Utara terletak di bagian selatan bumi dan Kutub Selatan terletak di bagian utara, meskipun ternyata tidak tepat parsis pada kutub geografis, tetapi menyimpang 17o dilihat dari pusat bumi.
b.  Kulita bumi
Kulit bumi atau litosfer (lhitos = batu, sphaira = bola, bulatan) ialah lapisan bumi bagian atas, tebal rata-rata 1.200 km dan merupakan bagian yang vital bagi kehidupan manusia, berupa benua dan pulau-pulau tempat kita tinggal. Kulit bumi terdiri atas 2 lapisan, yaitu: lapisan sima ( silicium dan magnesium) terdapat disebelah bawah; lapisan  sial ( silicium dan alumunium) terdapat disebelah atas sekali, tebalnya berkisar antara 50 – 100 km atau rata-rata 60 km.  kulit bumi terdiri atas zat padat yang disebut batuan. Bukan batu yang keras seperti pengertian sehari-hari, tetapi termasuk didalamnya pasir, tanah liat, abu gunung berapi, batu kerikil.
c.   Lapisan Air (Hidrosfer)
Yang dimaksud dengan air atau hidrosfer (hidro = air; sphaira = bola, bulatan ) ialah semua perairan yang berada di bumi, yaitu samudra, laut, danau, sungai, dan air tanah.
Cabang – cabang ilmu yang mencakup hidrosfer adalah sebagai berikut.
(1)               Oseanografi
Oseanografi ialah ilmu yang mempelajari lautan, terutama airnya, dalamnya, dan dasarnya.
(2)               Hidrologi
Hidrologi ialah ilmu yang mempelajari air yang mengalir. Misalnya air sungai, air di lapisan tanah, air yang memancar.
(3)               Glasiologi
Glasiologi ialah ilmu yang mempelajari es dan sungai es, proses penyebarannya di bumi pada massa lalu, sekarang, dan  menduga yang akan dating.
d.  Lapisan udara (Atmosfer)
Atmosfer (atmos = uap, sphaira = bola, bulatan ) ialah lapisan udara atau hawa yang menyelubungi bumi. Atmosfer termasuk bagian dari bumi. Karena pengaruh gaya berat, maka atmosfer pun berputar bersama-sama bumi setiap hari (rotasi) serta beredar mengelilingi matahari setiap tahun (revolusi).
          Berdasarkan sifatnya, atmosfer dapat di bagi dalam beberapa lapisan.
(1)           Troposfer ialah lapisan di bawah atmosfer. Tinggi rata-rata 12 km terhitung dari permukaan laut.   
(2)           Stratosfer ialah atmosfer diatas troposfer, mulai dari 12 sampai 80 km dari permukaan laut.
(3)           Ionosfer  ialah lapisan atmosfer di atas straposfer, 80-800 km dari permukaan laut.
(4)           Dissipasifer ialah lapisan atmosfer di atas ionosfer, mulai dari 80 km dari permukaan laut.
3.      Pembentukan Benua dan Samudera
Wegener seorang ahli geografis bangsa, Jerman mengamukakan suatu teori yang disebut juga teori Wegener (1915). Menurut teori ini, Bumi pada 2500 juta tahun yang lalu hanya terdapat satu benua yang sangat besar yang retak dan kemudian bergeser saling menjahui satu dengan yang lain. Akibat dari pergeseran itu, terbentuklah benua-benua Amerika, Asia, Eropa, Afrika, Austalia dan Antartika. Teori Wegener ini didukung oleh fakta yaitu: sepanjang Timur dari Amerika Selatan ternyata mempunyai bentuk dan lekukan yang kira-kira sama dengan lekukan pada benua Afrika sebelah Barat dan lekukan bagian Selatan benua Australia cocok dengan tonjolan benua Antartika.
          Adapun pembentukan Samudra terjadi karena :
1) Pergeseran vertical, yaitu samudra India (Indonesia) dimana kerak Bumi menggeser ke bawah  dan sebagian imbangannya bagian sisi lain menggeser ke atas menjadi dataran tinggi atau gunung Himalaya (gunung tertinggi di dunia).
2) Tertarik oleh benda alam semesta lain ( ingat teori Tidal)  dan gaya sentripetal sehingga bagian bumi terlepas menjadi planet yaitu Bulan, maka terbentuk samudra pasifik. Berdasarkan penelitian batu-batuanya, maka batu-batuan di Bulan sama dengan batu-batuan pada dasar Samudra Pasifik, yaitu batuan Silisium_Magnesium.






















PENUTUP
a.       Kesimpulan
Tata Surya adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil/katai, 173 satelit alami yang telah diidentifikasi, dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.
Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam (Markurius,Venus, Bumi, Mars ), sabuk asteroid, empat planet bagian luar (Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus), dan di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di daerah terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar bagian yang terluar.
Enam dari kedelapan planet dan tiga dari kelima planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit alami, yang biasa disebut dengan "bulan" sesuai dengan Bulan atau satelit alami Bumi. Masing-masing planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain. Di dalam bumi terdapat lapisan-lapisan bumi, diantaranya, inti bumi, kulit bumi, lapisan air dan lapisan udara, serta pembentukan benua dan samudra. Benua terbentuk karena terjadinya pergeseran-pergeseran lempengan bumi, sehingga saling menjauhi satu dengan yang lainya maka terbentuklah benua dan samudra.
b.      Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga sedikit uraian kami ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penulis sangat menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan yang konstruktif dan sistematis dari pembaca yang budiman, guna melahirkan sebuah perbaikan dalam penyusulan makalah selanjutnya yang lebih baik



DAFTAR PUSTAKA

Askoeri,Drs.Tasin,Ilmu Alamiah Dasar,PT.Rajagrapindo persada,2005
Purnama.Heri.Ir,ilmu alamiah dasar,Rineka Cipta ,Jakarta 2008
Widyosiswoyo,Drs.supartono,M.M,Ilmu Alamiah DAsar,PT Ghalia Indonesia Bogor 2004